PKS, PAN dan PKB Beda Sikap soal Omnibus Law Politik

Sedang Trending 3 minggu yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Anggota Komisi II DPR Fraksi PKS Mardani Ali Sera menyatakan setuju dengan wacana pembuatan omnibus law politik. Dia menilai rancangan patokan ini berbeda dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang pernah ditolak PKS.

Mardani mengatakan Omnibus Law Politik diperlukan untuk pembenahan sistem politik. Dia berambisi proses pembentukannya tak seperti UU Cipta Kerja.

"Setuju pola Omnibus. Omninus Law Ciptaker ada catatan di kontennya dan meaningful participation. Tapi metode pembahasan Omnibus efektif dan bisa menyatukan," kata Mardani melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Jumat (1/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia beranggapan revisi aturan-aturan politik lewat corak omnibus law bakal membikin kerangka undang-undang politik dari hulu ke hilir menjadi satu napas. Mardani berambisi perihal itu membikin politik lebih sehat dan kerakyatan substansial.

"Hingga merit system hidup di elite partai sehingga barisan kepemimpinan nasional dan wilayah jadi punya kapabilitas dan integritas," ujarnya.

PAN tak mau buru-buru

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay mengaku pihaknya tak mau buru untuk merevisi sejumlah UU mengenai politik lewat metode omnibus law. Saleh menilai wacana revisi sejumlah UU politik perlu kajian mendalam. Dia terutama mau mendengar terlebih dulu masukan dari para master dan mahir dari luar.

"Sebelum membahas lagi, perlu dilakukan kajian mendalam. Sekali lagi, perlu keterlibatan para pakar. Jangan terburu-buru. Kita kudu berorientasi pada hasil nan terbaik," kata Saleh saat dihubungi.

Menurut dia, DPR mestinya memberi kesempatan bagi semua unsur golongan masyarakat sebelum menentukan untuk merevisi sejumlah UU politik, termasuk UU Pemilu. Baik itu menyangkut sistem pelaksanaan, periode batas, penyelenggara, patokan teknis, maupun keserentakan.

Nantinya, DPR baru memutuskan apakah revisi tersebut dilakukan dengan metode omnibus law alias justru tetap dipertahankan. Namun, Saleh menilai mestinya sebuah UU tidak terlalu sering direvisi. Sebab, perihal itu menunjukkan sebuah patokan tidak stabil dan konsisten.

"Mestinya, kita tidak boleh terlalu sering mengganti UU Pemilu. Jika sering gonta-ganti, ada kesan tidak stabil. Ada nuansa belum tuntas. Ada kesan bahwa banyak kekurangan," katanya.

PKB wanti-wanti bisa picu protes keras

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari PKB, Daniel Johan mewanti-wanti wacana revisi sejumlah UU Politik lewat metode omnibus law alias penggabungan bakal memicu protes keras dari masyarakat.

Daniel tak mau Omnibus Law RUU Politik senasib dengan Omnibus Law Cipta Kerja. Meski telah disahkan, kata Daniel, bunyi penolakan tetap keras apalagi terus menerus digugat ke Mahkamah Konstisusi (MK).

"Kita pernah punya pengalaman dalam UU Cipta Kerja nan dilakukan dengan metode omnibus law. Kita lihat reaksi publik waktu itu nan ditolak besar-besar kemudian setelah disahkan digugat ke MK," kata Daniel.

Di satu sisi, dia menilai penyusunan UU lewat metode omnibus law efisien dan mudah. Namun di lain, sisi metode itu berpotensi membikin UU susah dipahami sehingga menimbulkan kebingungan dalam implementasi.

Menurut Daniel, omnibus law bukan satu-satunya jalan untuk merevisi sejumlah UU Politik dan Pemilu. Namun, dia sepakat untuk menyelaraskan beragam patokan soal itu.

"Omnibus bukan satu-satunya jalan tetapi kita perlu menyelaraskan antar UU sehingga tidak terjadi tumpeng tindih," katanya.

Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia sebelumnya membuka kesempatan untuk merevisi sejumlah UU politik lewat metode omnibus law. Doli menilai penyelenggaraan Pemilu 2024 perlu dievaluasi lantaran sejumlah masalah.

Ada delapan UU nan berkesempatan direvisi dengan metode omnibus law, ialah UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MD3, UU Pemerintah Daerah, UU DPRD, UU Pemerintah Desa, dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.

Menurut politikus Golkar itu, berasas hasil rapat pada beberapa kesempatan, sudah ada kemauan berbareng untuk menyatukan UU Pemilu dan Pilkada.

"Saya tadi mengusulkan ya sudah, kita kudu mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi omnibus law. Jadi lantaran itu saling mengenai semua ya," kata Doli di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (30/10).

(dhf/thr/DAL)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional