TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengonfirmasi bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) telah diterbitkan untuk letak di area pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten.
Terdapat 263 sertifikat HGB yang mencakup letak tersebut, dengan rincian 234 sertifikat atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 sertifikat atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 sertifikat atas nama perseorangan. Selain itu, ditemukan pula 17 sertifikat kewenangan milik di area tersebut.
Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini
Nusron menjelaskan bahwa Kementerian ATR/BPN segera menindaklanjuti temuan tersebut melalui investigasi. Ia telah menugaskan Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Virgo, untuk bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam memverifikasi garis pantai di Desa Kohod. Koordinasi ini bermaksud memastikan apakah tanah-tanah tersebut berada di dalam alias di luar garis pantai.
“Data arsip pengajuan sertifikat nan diterbitkan sejak tahun 1982 bakal dibandingkan dengan info garis pantai terbaru hingga tahun 2024," kata Menteri Nusron dalam keterangan resmi, Senin, 20 Januari 2025.
Apa Itu Hak Guna Bangunan (HGB)?
Dilansir dari laman resmi Kemenkeu, Hak Guna Bangunan (HGB) adalah kewenangan nan diberikan kepada perseorangan alias badan norma untuk mendirikan dan mempunyai gedung di atas tanah nan dimiliki oleh pihak lain, baik negara maupun individu. Dengan HGB, Anda hanya mempunyai bangunannya, sementara kewenangan atas tanahnya tetap berada pada pemilik asli.
Umumnya, HGB bertindak selama 30 tahun dan dapat diperpanjang hingga 20 tahun. Hak ini sering dimanfaatkan oleh developer perumahan alias apartemen untuk membangun properti di atas tanah nan bukan milik mereka.
HGB cocok untuk kebutuhan properti jangka pendek hingga menengah. Sebagai contoh, jika Anda membeli apartemen alias properti komersial sebagai investasi sementara, HGB bisa menjadi pilihan nan lebih ekonomis.
Banyak developer menggunakan HGB untuk proyek perumahan baru. Jika Anda membeli rumah dengan sertifikat HGB, Anda tetap mempunyai kesempatan untuk meningkatkan statusnya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) di masa mendatang.
Apa itu Hak Guna Usaha (HGU)?
Dilansir dari SIP Law Firm, Hak Guna Usaha (HGU) adalah kewenangan norma untuk memanfaatkan tanah nan dimiliki oleh negara alias pihak lain untuk keperluan upaya tertentu, seperti pertanian, perikanan, alias peternakan. HGU dapat diberikan kepada perseorangan alias badan norma nan memenuhi persyaratan nan ditentukan.
HGU diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU Agraria). Pasal 29 UU Agraria menyebut bahwa HGU dapat diberikan dengan lama maksimal 25 tahun. Untuk perusahaan dengan kebutuhan khusus, jangka waktu ini dapat diperpanjang hingga 35 tahun. Setelah masa bertindak habis, HGU tetap dapat diperpanjang lagi dengan lama maksimal 25 tahun.
Hanya Warga Negara Indonesia (WNI) dan badan norma nan didirikan di Indonesia nan berkuasa mempunyai HGU. Tanah nan dimanfaatkan dengan HGU kudu digunakan sesuai tujuan pemberian kewenangan tersebut, dan pemegang HGU diwajibkan melaporkan penyelenggaraan aktivitas usahanya kepada pihak berwenang.
Apa itu Sertifikat Hak Milik (SHM)?
Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah arsip krusial dan berkarakter rahasia nan menjadi bukti kepemilikan sah atas tanah alias bangunan. Dalam proses jual beli rumah, SHM berfaedah sebagai arsip utama nan memastikan bahwa penjual mempunyai kewenangan penuh atas properti tersebut. Setelah transaksi selesai, sebaiknya segera ubah nama kepemilikan SHM menjadi atas nama Anda.
Ketentuan mengenai SHM diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Berdasarkan patokan tersebut, SHM adalah corak kepemilikan tertinggi dan terkuat atas tanah dan/atau bangunan. Dokumen ini diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
SHM juga menjadi bukti legalitas utama kepemilikan tanah alias bangunan, termasuk rumah. Ketika membeli rumah, memastikan adanya SHM adalah langkah krusial untuk menghindari akibat sengketa di kemudian hari. Tanpa SHM, properti nan Anda beli dapat menimbulkan masalah norma di masa depan.
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.