TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi, Senin, 22 Juli 2024.
Perpres ini mengatur pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) nan sudah dicabut kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, termasuk Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Desa, dan koperasi.
Ketentuan itu dimuat dalam Perpres Nomor 76 Tahun 2024 tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi. Dilansir dari Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kementerian Sekretariat Negara di Jakarta, Selasa, ketentuan pengedaran IUP kepada golongan masyarakat tercantum dalam Pasal 5A ayat (1).
"Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) nan berasal dari wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan upaya nan dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan," demikian petikan pasal tersebut.
Organisasi kemasyarakatan nan dimaksud kudu memenuhi kriteria sebagaimana izin upaya serta mempunyai organ nan menjalankan aktivitas ekonomi serta bermaksud pada pemberdayaan ekonomi personil dan kesejahteraan masyarakat.
Pasal tersebut juga mensyaratkan penawaran WIUPK bertindak dalam jangka waktu lima tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara berlaku.
Perpres tersebut mendelegasikan kewenangan penetapan, penawaran, dan pemberian WIUPK bagi badan upaya organisasi masyarakat kepada Menteri Investasi selaku ketua satuan tugas (Satgas).
Setelah izin pengelolaan tambang diterbitkan, maka organisasi masyarakat tersebut kudu mengusulkan permohonan IUPK melalui sistem One Single Submission (OSS).
Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan Perpres 70 bermaksud untuk mewujudkan penataan penggunaan dan pemanfaatan lahan bagi pemerataan investasi.
Selain itu, kata Bahlil, Perpres tersebut juga mengatur penataan perizinan berupaya untuk pertambangan, perkebunan, dan pemanfaatan rimba bagi Badan Usaha Milik Desa, Badan Usaha Milik Daerah, badan upaya nan dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan, koperasi, dan badan upaya nan dimiliki oleh UMKM.
"Pendistribusian IUP berskala besar bakal dilakukan melalui proses tender sebagaimana diatur dalam undang-undang. Tapi teknis-nya, ada di Kementerian ESDM," katanya.
Baru NU nan Dapat IUPK
Sejauh ini PBNU merupakan satu-satunya ormas keagamaan nan berkeinginan dan mendukung kebijakan pemberian IUPK bagi ormas keagamaan. Presiden Jokowi apalagi mengatakan bahwa dia sudah menyiapkan IUPK untuk PBNU.
"Sudah saya siapkan (konsesi). Saya pastikan nan gede, enggak mungkin saya memberikan ke NU nan kecil-kecil," ujar Jokowi saat menghadiri pengukuhan pengurus PBNU di Balikpapan, Senin, 31 Januari 2022.
Menyambut tawaran itu, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf namalain Gus Yahya berterima kasih atas langkah ekspansi pemberian izin tambang ormas keagamaan. "Kami memandang sebagai peluang, ya segera kami tangkap. Wong butuh, mau gimana lagi," kata dia di Kantor PBNU, Jakarta pada 6 Juni 2024.
Iklan
Muhammadiyah belum menentukan sikap. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti bahwa perihal itu merupakan kewenangan Pemerintah.
“Kemungkinan Ormas Keagamaan mengelola tambang tidak otomatis lantaran kudu memenuhi persyaratan,” jelas Mu’ti pada Ahad, 2 Juni 2024.
Mu’ti juga menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada pembicaraan Pemerintah dengan Muhammadiyah mengenai dengan kemungkinan pengelolaan tambang. “Kalau ada penawaran resmi Pemerintah kepada Muhammadiyah bakal dibahas dengan seksama,” jelas Mu’ti.
Ormas keagamaan nan menolak di antaranya Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI), dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Ketua Umum PGI, Gomar Gultom menilai pemberian IUP kepada ormas keagamaan oleh Jokowi adalah corak komitmen untuk melibatkan rakyat dalam mengelola kekayaan alam. Kebijakan ini juga menunjukkan penghargaan kepada ormas nan telah berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Sekretaris Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau KWI, Marten Jenarut mengungkapkan pengelolaan tambang tak sesuai dengan tugas KWI sebagai lembaga di bagian keagamaan. Sejak didirikan pada 1924, menurut dia, KWI bermaksud untuk mengatur peribadatan umat Katolik di Indonesia dan menyelenggarakan program kemanusiaan.
“Dalam konteks konsistensi terhadap jati diri dan muruah KWI sebagai ormas keagamaan, tidak menerima tawaran pemerintah untuk memegang IUP pertambangan,” kata Marten kepada Koran Tempo.
Ketua Umum Pengurus Besar NWDI, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mengatakan pihaknya tidak bakal mendaftar untuk mendapatkan izin upaya pertambangan. Meskipun begitu, menurut dia, pemberian WIUPK kepada ormas keagamaan memang bermaksud baik agar dapat dilibatkan dalam proses pembangunan.
“Untuk Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah sendiri belum ada rencana untuk mendaftar mengenai izin pengelolaan tambang,” kata TGB dalam pesan bunyi kepada Tempo, Ahad, 9 Juni 2024.
Eforus HKBP, Robinson Butarbutar mengatakan pihaknya menolak izin tambang lantaran merasa ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan nan telah dieksploitasi oleh manusia. HKBP menilai pertambangan telah lama terbukti menjadi salah satu penyebab utama kerusakan alam hingga pemanasan bumi (global warming).
Oleh lantaran itu, HKBP mendorong pemerintah untuk segera beranjak ke penggunaan sumber daya hijau, seperti angin dan daya surya. Ormas keagamaan itu pun meminta pemerintah agar bertindak tegas terhadap pelaku upaya tambang nan telah merusak lingkungan.
“Bersama ini, kami dengan segala kerendahan hati menyampaikan bahwa HKBP tidak bakal melibatkan diri sebagai gereja untuk bertambang,” ujar Robinson kepada Koran Tempo.
ANTARA | TIM TEMPO
Pilihan Editor Kronologi Kapal LCT Cita XX Pengangkut BTS BAKTI Kominfo Hilang di Papua, Kabar Terakhir Berlayar Dekat Pesisir