TEMPO.CO, Jakarta - PT Pos Indonesia (Persero) angkat bicara soal rumor pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap tenaga kerja seiring dengan program robotisasi nan tengah digencarkan perseroan.
"Pos Indonesia memastikan bahwa tidak ada hubungan antara digitalisasi nan dilakukan oleh Pos Indonesia dengan rumor PHK di lingkup karyawan," ujar Corporate Secretary Pos Indonesia Tata Sugiarta, dalam keterangan tertulis pada Tempo, Senin malam, 8 Juli 2024.
Tata menjelaskan, robotisasi pada bagian logistik menggunakan mesin sortir robotic Radio Frequency Identification (RFID) untuk penyortiran peralatan diterapkan guna mempercepat transformasi digital perusahaan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Untuk memperkuat upaya dengan program transformasi digital, Pos Indonesia telah meluncurkan platform digital, antara lain PosAja!, Pospay dan GLID. Ketiganya berfaedah untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan pengalaman pengguna dalam menggunakan jasa Pos Indonesia," tulis Tata.
Lebih jauh, Tata menyebutkan transformasi IT dan robotisasi pada bagian logistik bakal mengubah sistem pola kerja karyawan. Sebagai langkah konkret, Pos Indonesia telah memberikan pembekalan keahlian melalui pelatihan-pelatihan terpadu bagi para tenaga kerja untuk meningkatkan keahlian dan kompetensi kerja.
"Misalnya, para tenaga kerja bagian logistik nan tertarik untuk berasosiasi pada bagian marketing, bakal kami bekali dengan ilmu-ilmu pemasaran di Pos Indonesia, sehingga dapat terjun menjadi tenaga pemasaran kami," tuturnya.
Hingga saat ini, kata Tata, program investasi transformasi IT dan robotisasi dalam lingkup PT Pos Indonesia, tetap dalam tahap proses pembahasan internal. "Pembahasan ini dilakukan secara sistematis, mengingat proses digitalisasi ini bakal menjadi salah satu program transformasi Pos Indonesia secara berkelanjutan."
Oleh lantaran itu, Tata membantah berita efisiensi dilakukan perusahaan dengan menawarkan program pensiun awal bagi tenaga kerja nan terkena akibat PHK akibat otomatisasi dan digitalisasi. "Tidak benar. Efisiensi nan diterapkan oleh Pos Indonesia dengan mengurangi tenaga kerja nan aktif, namun kami menerapkan program digitalisasi pada seluruh sistem manajemen perusahaan," ucapnya.
Adapun penurunan biaya nan diupayakan perusahaan, menurut Tata, bukan hanya ditujukan mengurangi biaya kebutuhan Alat Tulis Kantor (ATK) lantaran PT Pos Indonesia sudah tak lagi menggunakan kertas (paperless). "Namun dengan digitalisasi tersebut maka setiap pengambilan keputusan jauh lebih cepat, jeli dan lebih governance."
Kabar PT Pos Indonesia melakukan efisiensi dengan menawarkan program pensiun awal bagi tenaga kerja juga disergah Tata. "Pensiun nan dilakukan secara teragendakan alias pensiun alami di Pos Indonesia kurang lebih sebanyak 1.000 orang per tahunnya," ujarnya.
Dalam keterangan itu, Tata juga membantah rumor PHK nan santer berkembang di media massa. Kalaupun ada PHK, menurut dia, terjadi lantaran adanya pensiun nan alami, ialah masa berakhir kerja tenaga kerja nan telah teragendakan sesuai dengan masa perjanjian perjanjian kerja tenaga kerja dengan perusahaan.
Iklan
Adapun tenaga kerja nan pensiun alami di Pos Indonesia, menurut Tata, jumlahnya kurang lebih sebanyak 1.000 orang per tahun. "Berkaca pada saat pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu, Pos Indonesia juga tidak melakukan pemutusan hubungan kerja pada karyawan," tuturnya.
Meskipun, berasas info Kemenaker per Mei 2020 total pekerja sektor umum nan mengalami PHK sebanyak 72.983 orang. "Kami menerapkan program digitalisasi pada seluruh sistem manajemen perusahaan," kata dia.
Sebelumnya Ketua Umum Serikat Pekerja Pos Indonesia Kuat Bermartabat, Andi Siswanto, menyebut berita PHK muncul lantaran produksi di perusahaan nan bergerak di jasa kurir dan logistik ini telah berkurang. "Rencana PHK besar-besaran di Kantor Pos mengenai adanya robotisasi alias sistem mesin robot sebagai perangkat sortir," katanya melalui sambungan telepon, pada Kamis, 4 Juli 2024.
Andi mengatakan, rencana PHK itu belum dilakukan. Alasannya manajemen perusahaan perlu melakukan sosialisasi perihal robotisasi. Menurut dia, rencana tenaga kerja nan bakal diberhentikan adalah pegawai bagian bagian sortir. "Terutama di bagian sortir, seperti kiriman barang," ujar dia.
Dia mengatakan, saat wacana pemutusan kerja di Pos menguar, serikat pekerja langsung merespons percakapan tersebut. Salah satu respons nan dilakukan serikat pekerja adalah berunjuk rasa di instansi pusat PT Pos Indonesia Bandung, Jalan Cilaki Nomor 73, Bandung, Jawa Barat, pada 25 Juni lalu.
"Nah, ada titik terang bahwa bakal lebih dulu disosialisasikan mengenai adanya program robotisasi," ucap dia, seperti disampaikan manajemen Pos di Bandung saat menemui pekerja di hari demo. Dia mengatakan, rencana pemecatan tenaga kerja bukan semata-mata soal robotisasi.
Rencana PHK itu, menurut Andi, bakal diputuskan PT Pos lantaran produksi peralatan nan melemah. "Berkenaan dengan tuntutan nan kami ikut dalam tindakan solidaritas adalah rendahnya produksi, sementara jumlah tenaga kerja terlalu banyak. Jadi korelasinya ke sana."
Dia bercerita, PT Pos Indonesia tengah berkonsentrasi di kiriman logistik dan kurir. nan dimaksud produksi, kata dia, adalah banyaknya kiriman masuk nan dipercayakan kepada PT Pos, baik dari retail maupun korporat. Menurut dia, Pos Indonesia berambisi dari retail alias pelaku upaya nan mengirim peralatan menggunakan jasa Pos.
Namun sekarang dengan banyak e-commerce yang mempunyai bagian alias bagian kurir tersendiri, menurut Andi, turut mempengaruhi produksi di PT Pos Indonesia. "Akhirnya inilah nan berkapak kepada menurunnya tingkat produksi nan kami lakukan," kata dia. "Produksi dalam kaitan pengiriman peralatan melalui PT Pos."
Pilihan Editor: Terkini: Serikat Pekerja Sebut Alasan di Balik Rencana PHK Karyawan PT Pos Indonesia, Pernyatatan Kemenkes tentang Pemecatan Dekan FK Unair