Riset Kratom: Antara Khasiat Analgesik dan Efek Rawan Psikotropika

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah merampungkan penelitian awal selama satu tahun (2022-2023) untuk mengetahui faedah dan pengaruh samping dari ekstrak kratom. Hasilnya mengungkap kratom mempunyai sifat analgesik nan cukup baik dan tidak jauh berbeda dengan morfin

Riset kratom ini dikerjakan oleh Pusat Riset Vaksin dan Obat serta Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional di bawah Organisasi Riset Kesehatan BRIN.

Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN Ni Luh Putu Indi Dharmayanti mengatakan ini kali pertama BRIN melakukan penelitian mengenai kratom. Menurutnya, data-data mengenai tanaman original Asia Tenggara itu tetap minim. Sehingga awal penelitian BRIN berfokus pada kandungan senyawa aktif pada daun kratom.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Riset bioaktivitas, ialah meliputi uji antioksidan, antiinflamasi, kemudian juga analgesik, serta pengaruh psikotropika nan kita lakukan secara in vitro dan juga in vivo," kata Indi saat berbincang dengan CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.

Indi mengatakan morfin mempunyai tingkat analgesik nan lebih tinggi dari kratom, namun kratom punya lama menghilangkan rasa sakit nan lebih lama daripada morfin.

"Dari hasil riset kami, pengaruh morfin misalnya pada hari ketiga sudah mulai mengalami penurunan terhadap aktivitas analgesiknya. Sedangkan kratom lama untuk menghilangkan rasa sakitnya tetap jauh lebih panjang sampai baru turun di hari ketujuh," ujarnya.

"Jadi itu nan mungkin bisa kita bandingkan dengan morfin mengenai dengan aktivitas analgesik nan dimiliki oleh kedua unsur tersebut. Sehingga dalam konklusi sementara kita bahwa memang kratom ini mempunyai aktivitas analgesik nan mungkin dapat berfaedah untuk pengobatan," katanya.

Riset kimia nan dilakukan oleh BRIN difokuskan untuk mengetahui kandungan senyawa aktif utama mitraginin pada daun kratom di Indonesia dan memperoleh ekstrak dengan kandungan marker mitraginin tertinggi. Setelah itu dilakukan pengetesan bioaktivitas (in vitro dan in vivo) untuk memandang potensi pengetahuan obat (antioksidan, anti-inflammatory, analgesik) dan pengaruh psikotropika.

Ekstrak kasar dan alkaloid daun kratom menunjukkan kandungan mitraginin cukup tinggi, ialah berturut-turut sebesar 6 persen dan 56 persen.

Ni Luh P. Indi Dharmayanti, Kepala Organisasi Riset (OR) Kesehatan BRINFoto: (CNN Indonesia/Muhammad Hirzan Ibnurrusyd)
Ni Luh P. Indi Dharmayanti, Kepala Organisasi Riset (OR) Kesehatan BRIN.

Pada pengetesan analgesik, tim peneliti BRIN memberikan morfin, ekstrak kasar, dan alkaloid kratom 20 mg/kg kepada mencit alias tikus putih sehari dua kali selama 4 hari. Hasilnya untuk ekstrak kratom khususnya alkaloid kratom didapatkan pengaruh analgesik nan lebih panjang jika dibandingkan dengan morfin.

Sementara pengetesan pengaruh psikotropika pada uji toleransi (tolerance assay), hasilnya memperlihatkan aktivitas analgesik nan memperkuat hingga hari kelima dengan pemberian ekstrak kratom 20 mg/kg dan alkaloid (10 mg/kg).

Hal ini berbeda dengan pemberian morfin nan hanya menunjukkan aktivitas analgesik hingga hari ketiga dan memerlukan pemberian dosis lebih tinggi pada hari berikutnya untuk menunjukkan pengaruh analgesik nan sama (efek adiktif).

Kemudian pada pengetesan selanjutnya, withdrawal assay, dilakukan peningkatan dosis secara berjenjang setiap harinya selama 5 hari, untuk kemudian diamati pengaruh kecanduan (sakau) pada mencit tersebut dengan pemberian injeksi naloxone. Dari pengamatan dapat dilihat kondisi mencit secara penampakan pemberian morfin dan ekstrak alkaloid menunjukkan adanya kemiripan.

Selain itu dalam uji ketergantungan fisik, penggunaan selama 28 hari berturut-turut dan penghentian obat selama 7 hari, tidak menunjukkan indikasi toksis seperti halnya indikasi putus obat pada golongan narkotika.

Laporan hasil riset BRIN tersebut tetap memerlukan tambahan kelengkapan info ilmiah utamanya tentang pengaruh manfaat, akibat pengaruh toksik dan potensi pengaruh ketergantungan nan muncul dari penggunaan tanaman kratom sebagai bahan pertimbangan lanjutan untuk penggolongan tanaman kratom.

Observasi pengguna kratom

BRIN turut meneliti perilaku dan pengaruh samping konsumsi kratom oleh masyarakat di sentra produksi kratom, ialah di Putussibau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Melalui observasi klinis komunitas, masyarakat mengaku mengkonsumsi kratom untuk menjaga kebugaran dan pengobatan sejumlah penyakit.

Indi mengatakan beberapa responden mengaku tidak betul-betul merasakan pengaruh kebugaran dari kratom. Mereka tetap ada nan tetap merasa gelisah, susah tidur, dan susah berkonsentrasi. Di sisi lain, beberapa responden juga mengaku tidak merasakan pengaruh samping setelah lama tidak mengkonsumsi kratom.

"Ternyata memang hasil research, hasil observasi klinis kami, itu memang konsumsi kratom dengan lama dan takaran nan beragam itu mempengaruhi. Misalnya pola tidur, nafsu makan, berat badan, kemudian juga dorongan seksual, serta konsumsi alkohol," ujarnya.

"Temuan observasi klinis itu juga mengungkap beberapa memang tidak bisa mengurangi penyakit, seperti kolesterol, gula darah, dan sebagainya," imbuhnya.

Terlepas dari itu, Indi menekankan kratom mempunyai pengaruh psikotropika jika dikonsumsi dalam jumlah banyak. Oleh lantaran itu, BRIN tetap butuh penelitian lebih lanjut mengenai dosis kondusif penggunaan kratom serta pengetesan apakah kratom bisa menjadi obat untuk pasien ketergantungan opioid.

"Kita tetap memerlukan riset lanjutan nan tadi saya kemukakan tadi mengenai dengan range dosis kondusif dari kratom itu seperti apa. Karena kita tahu bahwa kratom itu mempunyai pengaruh sedatif narkotik. Kemudian juga mengenai dengan apakah kratom ini bisa untuk menggantikan ketergantungan terhadap opioid. Itu nan tetap kita lakukan," katanya.

"Tentu penelitiannya tidak bisa setahun saja begitu, terus tetap bakal kita lakukan," ujar Indi.

Indi menambahkan saat ini pihaknya juga tengah mengembangkan pembuatan koyok alias patch dengan bahan baku ekstrak kratom. Koyok alias patch ini merupakan salah satu metode penghantaran obat secara transdermal.

"Karena dia mempunyai pengaruh analgesik nan mempunyai lama cukup panjang nan tentunya bisa kita manfaatkan sebagai pengganti untuk nan lebih kondusif dibandingkan dengan jika dimanfaatkan dengan langkah nan lain. Misalnya salah satu alternatifnya dengan membikin kratom dalam kratom patch (koyok)," ujarnya

Dalam laporan penelitian BRIN, pengembangan dan pertimbangan transdermal patch berbasis alkaloid kratom untuk terapi analgesik topikal tetap berjalan. Indonesia sebagai pengekspor serbuk kering daun kratom terbesar di bumi sangat berpotensi untuk menghasilkan produk hilir.

Kepala Pusat Riset Vaksin dan Obat BRIN, Masteria Yunovilsa Putra.Foto: (CNN Indonesia/Meutia Rahmawati)
Kepala Pusat Riset Vaksin dan Obat BRIN, Masteria Yunovilsa Putra.

Kepala Pusat Riset Vaksin dan Obat BRIN Masteria Yunovilsa Putra mengatakan daun kratom mempunyai dua sisi, ialah sifat analgesik jika dikonsumsi dalam dosis rendah dan sifat psikotropika andaikan dengan dosis tinggi.

"Kita bisa memandang bahwa memang antara ekstrak dan alkaloid ekstrak mempunyai potensi sebagai analgesik, tapi tidak sekuat morfin dan amfetamin. Dalam uji penuh nan kami lakukan itu mempunyai potensi untuk analgesik," kata Masteria di laboratorium BRIN.

Dari penelitiannya ini, Masteria menemukan bahwa daun kratom dari Kapuas Hulu mempunyai kualitas unggul.

"Kami pernah mendapatkan dari Kalimantan Timur, kami mendapatkan dari Kalimantan Barat juga, kemudian di beberapa daerah, memang Kapuas Hulu menjadi sumber utama nan bagus untuk kandungan senyawa mitraginin, nan paling bagus dibandingkan daerah-daerah nan lainnya," kata Masteria.

Namun, Masteria mengaku belum bisa memastikan kratom bisa dipakai sebagai obat. Menurutnya, tetap butuh penelitian lebih lanjut untuk memutuskan bahwa tanaman ini bisa menjadi obat nan kondusif dikonsumsi manusia. Pihaknya juga terus berkomunikasi dengan BPOM dan Kementerian Kesehatan mengenai hasil penelitian awal ini.

"Tugas kami membuktikan secara riset itu tidak masalah. Tetapi kelak untuk dijadikan produk alias apakah ini legal secara (hukum) di Indonesia, itu kelak ranahnya di Kemenkes dan Badan POM," ujarnya.

Masteria menambahkan peneliti BRIN mempublikasikan hasil penelitian terbaru mengenai kratom nan telah dipublikasikan di jurnal ilmiah Molecules.

Menurutnya, pengaruh analgesik nan dimiliki oleh alkaloid kratom mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dalam bagian kesehatan. Salah satunya adalah penggunaan ekstrak alkaloid kratom sebagai adjuvant untuk pengobatan kanker berbareng penggunaan dosis rendah obat antikanker doxorubicin dalam menghalang pertumbuhan sel kanker secara in vitro.

Berdasarkan hasil riset lainnya nan dilakukan Masteria dkk., saat ini dalam proses peer review journal, juga menemukan adanya potensi alkaloid kratom untuk dikembangkan sebagai obat antiinflamasi nan bisa menurunkan pengaruh samping nan biasa ditemui pada obat-obatan anti inflamasi golongan non-steroid (non-steroid antiinflammatary drugs) secara in vitro.

"Aktivitas ini ditenggarai lantaran adanya sistem dual inhibisi dari senyawa alkaloid kratom terhadap enzim nan berkedudukan dalam proses inflamasi," jelasnya.

Berlanjut ke laman berikutnya...


Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional