TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta merilis laporan terbarunya nan mengungkapkan hasil pemetaan sumber emisi di sektor transportasi Jakarta sebagai bagian dari upaya strategis untuk mengatasi polusi udara.
Laporan ini menunjukkan kendaraan berat terutama truk adalah penyumbang terbesar emisi partikulat (PM10, PM2.5, dan karbon hitam), Nox, dan SO2. Dan sepeda motor lebih banyak menyumbang emisi karbon monoksida (CO) dan senyawa organik volatil non-metana( NMVOC).
Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah Afan Adriansyah Idris mengatakan hasil kajian ini krusial untuk memberikan info mendasar untuk memahami sumber polusi di Jakarta. Hasil ini, kata dia, untuk mengembangkan kebijakan pengendalian polusi nan tepat sasaran.
“Dengan info ini, Jakarta lebih siap dalam menghadapi tantangan mengenai polusi udara di masa depan,” kata Afan dalam keterangan tertulisnya nan diterima Tempo pada Jumat, 11 Oktober 2024.
Laporan ini didukung dan diserahkan oleh inisiatif Clean Air Catalyst (CAC) Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), nan dilaksanakan oleh WRI Indonesia. Laporan tersebut dibuat bekerja sama dengan Insitute Teknologi Bandung melalui Guru Besar Puji Lestari dari Institut Teknologi Bandung nan juga Co-Principal Investigator USAID CAC.
Studi ini juga menganalisis akibat dari beragam skenario langkah pengendalian di Provinsi Daerah Khusus Jakarta nan mencakup 5 wilayah administrasi. Skenario langkah pengendalian termasuk penerapan standar bahan bakar Euro IV, mengambil kendaraan listrik, dan penggunaan filter partikel diesel (DPF).
Hasilnya, penerapan standar bahan bakar Euro IV diproyeksikan bisa menurunkan emisi polutan seperti PM10 dan PM2.5 hingga 70 persen pada 2030. Penurunan ini bakal memberikan kontribusi bagi perbaikan kesehatan masyarakat, khususnya dalam menekan nomor penyakit pernapasan dan penyakit kardiovaskular nan seringkali lebih tinggi di area perkotaan.
Afan mengatakan visi Jakarta sebagai kota dunia diharapkan bisa menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan upaya menjaga kualitas lingkungan hidup. “Solusi konkrit dan berkepanjangan kudu dihadirkan untuk mengatasi masalah polusi udara, dan kerja sama ini menjadi langkah strategis menuju Jakarta nan lebih hijau dan sehat bagi generasi mendatang,” kata Afan.
Iklan
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan institusinya telah membikin kebijakan untuk mengurangi polusi di Jakarta. Salah satunya menambah jumlah stasiun pemantau kualitas udara nan dapat diakses masyarakat secara real-time melalui udara.jakarta.go.id.
“Memperluas uji emisi kendaraan secara berkala, serta meningkatkan pengawasan terhadap industri nan berpotensi mencemari lingkungan. Selain itu, kami juga sedang mempersiapkan rencana memperluas area rendah emisi (low emission zone) guna mengurangi tingkat polusi udara secara signifikan," kata Asep.
Sementara itu, Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung Puji Lestari mengatakan pemetaan alias inventarisasi ini bakal membantu semua pihak untuk memahami sumber utama polusi. Selain itu, Co-Principal Investigator USAID CAC itu mengatakan hasil kajian ini juga bakal memberi pedoman untuk mengembangkan strategi penanganan polusi di Jakarta.
“Membantu kita memahami sumber utama polusi dan memberi pedoman untuk pengembangan strategi nan lebih efektif dalam mengurangi akibat negatif terhadap kesehatan masyarakat,” kata dia.
Laporan ini merupakan bagian dari Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara WRI Indonesia dan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta nan telah dimulai sejak 2021. Kolaborasi ini bermaksud untuk memperkuat pengelolaan kualitas udara dengan menyediakan info ilmiah sebagai dasar pengambilan keputusan dan melibatkan beragam pihak dalam forum obrolan strategis.Dengan adanya laporan ini, diharapkan Jakarta dapat terus memperkuat kebijakan berbasis info untuk mencapai udara nan lebih bersih dan sehat.
Pilihan Editor: 15 Destinasi Populer di Dunia nan Kualitas Udaranya Buruk