TEMPO.CO, Jakarta - Wahid Foundation mengungkap hasil penelusuran konten mengenai jejak teroris nan dibuat dengan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan disebarkan melalui media sosial Tiktok. Wahid Foundation menelusuri dengan menggunakan kata kunci nama eks teroris di bawah jaringan Jamaah Islamiyah (JI).
“Konten-konten AI ekstrim ini berpotensi mengarah pada kultus individual terhadap sosok teroris. Sayangnya belum terdapat patokan dalam penggunaan teknologi AI, terkhusus pada gimana teknologi ini digunakan dalam penyebaran konten radikal,” kata Wahid Foundation dalam keterangan tertulisnya nan diterima Tempo pada Jumat, 11 Oktober 2024.
Wahid Foundation menelusuri kejadian ini dengan mengetikkan kata kunci nama teroris di bawah bendera (JI). Nama-nama itu seperti Noordin Mohammad Top, Ali Ghufron namalain Muklas, Umar Patek, Dr. Azahari bin Husin, Imam Samudera, Abdullah Sungkar, Amrozi , Hambali , dan Dulmatin. Selain itu, Wahid Foundation juga menelusuri dengan kata kunci seperti Ali Imron sebagai pembanding narasi “kontra radikal” dan kata kunci Aman Abdurrahman dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD) juga dimasukkan sebagai pembanding narasi mengenai ideologi.
“Pengumpulan dan pembersihan info dilakukan dari 8 hingga 19 Juli 2024. Ada sebanyak 95 konten ekstrimisme nan masuk dalam kajian lebih lanjut,” kata Wahid Foundation.
Wahid Foundation mencatat dari kategori konten nan tersebar di Tiktok, kebanyakan berkarakter kontra radikal dengan nomor 48,42 persen, diikuti konten nan sifatnya netral, alias hanya berkarakter mendeskripsikan narasi terorisme secara umum tanpa meng-endorse tindakan terorisme 43,16 persen. Konten kontra radikal ini tidak hanya datang dari kata kunci Ali Imron, Wahid Foundation juga mengklasifikasikan konten nan sifatnya mengutuk tindakan teroris, menganggap tindakan terorisme itu buruk, alias konten nan menampilkan buletin penyergapan sebagai kontra radikal.
“Hal ini menjadi krusial andaikan kita mau memandang gimana penduduk TikTok memandang tindakan terorisme nan dilakoni para teroris tersebut, apakah mereka membela, mengidolakan, memuji, alias mengutuk dan anti terhadapnya,” kata Wahid.
Wahid mengatakan institusinya mengapresiasi TikTok lantaran beberapa kata kunci, seperti Amrozi, Dulmatin, Abdullah Sungkar, dan Umar Patek, misalnya, tak bisa dicari lantaran melanggar Tiktok guideline. Wahid menilai perihal ini merupakan suatu nan positif.
“Sebab platform media sosial telah bersiap dan menghadang konten dengan kata kunci bermuatan terorisme di platform mereka.
Selanjutnya baca: Hasil Penelitian: Konten tentang Ali Imron mendominasi dengan nomor 40 persen