Sejak Awal Tahun Bisnis Ritel Mengalami Kemunduran, Apa Sebabnya?

Sedang Trending 5 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Memasuki paruh pertama tahun 2025, bisnis ritel di Indonesia dan dunia mengalami tanda-tanda perlambatan nan makin nyata. Sejumlah pusat perbelanjaan mulai sunyi pengunjung, toko-toko tutup permanen, hingga pemutusan hubungan kerja alias PHK tenaga kerja upaya ritel kerap kali terjadi. Fenomena ini menandai kemunduran upaya retail nan sudah terlihat sejak awal tahun, dan menjadi kekhawatiran banyak pelaku usaha.

Data dari Badan Pusat Statistika (BPS) menunjukkan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2025 melambat. Laju pertumbuhan konsumsi nan lambat menjadi salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun ini.

Penyebab Bisnis Ritel Mengalami Kemunduran

Menurut info BPS, kontribusi konsumsi rumah tangga sebesar 54,53 persen. Namun, tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2025 sebesar 4,87 persen. Angka ini rendah jika dibanding pada kuartal tahun lampau nan sebesar 4,91 persen. Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Januari-Maret 2025 berada di nomor 4,87 persen, di bawah periode nan sama pada 2024 nan mencapai 5,11 persen.

Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini

Makin lesunya daya beli masyarakat menjadi salah satu aspek penekanan industri retail. Akibat kondisi itu, beberapa perusahaan retail memutuskan menutup gerai alias mengubah model bisnisnya. 

Efisiensi dan penyesuaian menjadi kata kunci dalam upaya retail modern di Indonesia. Kegagalan memenuhi tuntutan konsumen tersebut bisa berujung gulung tikar. Seperti nan dialami GS The Fresh, pasar swalayan nan berinduk di Korea Selatan dengan delapan bagian di Jakarta dan sekitarnya.

Nasib nan kurang-lebih sama dialami Lulu Hypermarket. Pasar swalayan besar asal Uni Emirat Arab nan gerai perdananya di Cakung, Jakarta Timur, diresmikan Presiden Joko Widodo pada 2016 ini bakal merampingkan bisnisnya menjadi unit upaya nan lebih kecil.

E-commerce Tak Sepenuhnya Menjadi Penyebab Mundurnya Bisnis Retail

Banyak orang menuding niaga elektronik alias e-commerce sebagai pembunuh upaya retail modern. Penilaian itu tidak sepenuhnya keliru mengingat pasar digital mempunyai jangkauan nan lebih luas, proses transaksi lebih cepat, biaya lebih murah, dan transaksi lebih fleksibel. Hanya, semua faedah itu sekarang telah dirasakan peretail modern nan juga membuka lapak shopping daring.

Rontoknya upaya peretail modern lebih banyak disebabkan oleh perubahan perilaku konsumen. Pada 1990 dan 2000-an, hipermarket menjadi satu simbol ekonomi modern di Indonesia. Banyak family rutin menghabiskan dua-tiga jam menelusuri lorong demi lorong pasar swalayan raksasa dengan troli besar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga setelah gajian.

Kini kebiasaan berbelanja bulanan nyaris punah. Ada nan menyebut pusat shopping sunyi akibat pandemi Covid-19. Nyatanya, jauh setelah masa pagebluk berlalu, banyak family memilih berbelanja untuk kebutuhan dengan rentang waktu nan lebih singkat.

Penghematan

Penghematan pengeluaran makin dibutuhkan seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat akibat penurunan pendapatan, gelombang pemutusan hubungan kerja, dan akibat pemangkasan anggaran pemerintah. Indikasinya deflasi dua bulan berturut-turut pada awal 2025. Ini deflasi tahunan pertama dalam seperempat abad.

Ramadan dan Lebaran, periode shopping tertinggi sepanjang tahun, pun tak mengangkat konsumsi rumah tangga. Seusai Lebaran, sama saja. Hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia terbaru menunjukkan ekspektasi pertumbuhan penjualan retail turun pada sebagian besar jenis produk, dari makanan, minuman, busana jadi, hingga peralatan rumah tangga.

Adaptasi

Namun kondisi ini bukan berfaedah akhir industri upaya ritel modern. Sebab, pada masa nan sama, sejumlah pasar swalayan, baik lokal maupun asing, terus berekspansi dan tetap ramai pembeli. Kekuatan mereka adalah adanya sasaran pasar nan jelas. Ada supermarket nan membidik masyarakat kelas atas. Harga nan tinggi mereka kompensasikan dengan peralatan berbobot premium dan kenyamanan tempat berbelanja. Pasar swalayan unik peralatan impor termasuk segmen ini.

Di sisi lain, ada peretail nan berfokus menjual peralatan kebutuhan sehari-hari dengan nilai kompetitif. Pasar swalayan seperti ini bakal terus dipadati pengguna meski relatif sempit. Pembeli tidak lagi berambisi mendapat kenyamanan berbelanja. Mereka hanya mau beroleh peralatan dengan nilai lebih murah daripada berbelanja di minimarket di dekat rumah. 

Caesar Akbar, Riani Sanusi Putri berkontribusi dalam tulisan ini.

Pilihan editor: Penyebab Bisnis Retail Tutup

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis