Sengkarut Bisnis Kratom Tanpa Payung Hukum

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Sunarto, pengepul asal Putussibau, Kapuas Hulu punya pengalaman jelek berbisnis kratom. Ia terjun merambah niaga komoditas itu pada pertengahan 2019. Sunarto nan sekarang berumur 64 tahun merupakan seorang pensiunan pegawai negeri sipil.

Sunarto punya tim sekitar 30 orang. Ia biasa jemput bola, menerima panggilan dari para petani nan mempunyai kebun kratom untuk dipanen.

Sunarto mengambil daun itu dari wilayah sekitar Putussibau, seperti Kedamin Hulu, Kampung Jati, Siut, Melapi, hingga Ekotambeh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di samping rumahnya terdapat tempat pengolahan kratom, mulai dari penjemuran, penggilingan menjadi remahan, hingga sterilisasi untuk menghilangkan kuman dan cemaran logam berat. Setelah diolah, dia menjualnya ke eksportir nan berada di Pontianak.

Sunarto bisa menampung 1 sampai 3 ton daun basah dalam satu hari pada awal usahanya. Bahkan, dia sampai mengolah daun kratom di tempat anaknya lantaran tempat penjemuran di rumahnya tak cukup untuk menampung gunungan daun tersebut.

Baru setahun menjalankan usahanya, Sunarto mendapat masalah. Produk kratom nan dia kirim tak dibayar oleh pembeli di AS. Volume pengiriman saat itu tak main-main, mencapai 30 ton. Ia sudah berbincang dengan eksportir nan mengambil produk darinya, namun tak ada kejelasan dari si pembeli. Sudah empat tahun berlalu, tak ada berita dan kejelasan soal produk kratomnya itu.

"Kalau dinilai itu ya di atas 1 M (miliar rupiah) sudah pasti," kata Sunarto di rumahnya, awal Desember 2023.

"Saya sekarang sudah berupaya ikhlas, itu nan krusial agar tidak menimbulkan penyakit. Karena menurut saya jika dalam proyek itu selalu ada force majeure nan tak terduga," ujarnya.

Sunarto menduga masalah nan menimpanya ini lantaran pembayaran memakai sistem cash on delivery (COD). Menurutnya, sebelum 2017, para pembeli di AS berani bayar di awal alias menitipkan duit ke eksportir. Namun, saat ini banyak pembeli luar negeri nan tak mau bayar duit di muka lantaran merasa ditipu dengan kualitas produk kiriman.

"Sekarang juga sama. Barang kita sudah terkirim kadang-kadang duit tersendat-sendat alias tahu-tahu disebut tidak sesuai dengan mutu, nah di-blacklist alias di apa istilahnya kan, jadi itu ya, banyak faktor, (salah satunya) kepercayaan," katanya.

Sunarto, Pengepul Kratom PutussibauFoto: (CNN Indonesia/Hamka Winovan)
Sunarto, pengepul kratom asal Putussibau, Kapuas Hulu punya pengalaman jelek berbisnis kratom. Ia terjun merambah niaga komoditas itu pada pertengahan 2019.

Terlepas dari pengalaman pahitnya, Sunarto tetap menjual daun remahan kratom ke pihak nan bisa dipercaya. Jumlahnya juga tak sebanyak sebelumnya, hanya di bawah 1 ton. Ia memasok ke dua eksportir di Pontianak dengan nilai Rp35 ribu sampai Rp45 ribu per kg.

Sunarto menjamin produksi daun kratomnya berbobot premium. Ia memberikan garansi, jika daun olahannya tercemar, maka tak masalah peralatan tersebut dikembalikan oleh pembeli di Pontianak. Sejauh ini Sunarto tak mendapati pembayaran tersendat seperti sebelumnya.

Namun nilai daun kratom di petani sekarang sedang anjlok. Kata Sunarto, nilai daun remahan sekarang berkisar Rp11 ribu sampai Rp12 ribu per kg. Padahal pada awal 2022, nilai remahan kratom tetap di nomor Rp28 ribu sampai Rp30 ribu per kg.

Kondisi tersebut terbilang pelik lantaran anjloknya nilai jual kratom terbilang sangat memukul pebisnis, terutama petani. Sunarto pun berambisi pemerintah turun tangan mengatasi masalah penjualan hingga ekspor kratom agar bisa kembali stabil dengan nilai jual tinggi.

"Kami meminta kejelasan, di sini pemerintah itu antara datang dan tidak ya. Karena ya minta maaf, ini ada bahasa kan abu-abu ya, tidak diizinkan juga tidak dilegalkan. Jadi biar ada kepastian, lantaran kratom sangat membantu ekonomi terutama masyarakat Kapuas Hulu," ujarnya.

Ibrahim, Ketua APPURIFoto: (CNN Indonesia/Hamka Winovan)
Ketua Asosiasi Petani Purik Indonesia (Appuri) Ibrahim mengakui nilai daun kratom sedang ambruk di tingkat petani.

Ketua Asosiasi Petani Purik Indonesia (Appuri) Ibrahim mengakui nilai daun kratom sedang ambruk di tingkat petani. Menurutnya, nilai daun remahan di wilayah Kecamatan Jongkong, Kapuas Hulu, saat ini berkisar Rp15.000 sampai Rp17.000 per kg.

"Kalau dulu sebelum bulan Maret (2023) itu tetap 35, 37, malah sampai 40 ribu rupiah per kilo," kata Ibrahim.

Ibrahim merupakan petani sekaligus pengepul daun kratom. Ia mempunyai pabrik pengolahan di dekat rumahnya di Desa Jongkong Kiri Hulu. Pabriknya berfaedah untuk penjemuran daun basah, produksi remahan hingga penggilingan menjadi bubuk.

Mesin gilingnya bisa memproduksi sampai 1 ton dalam sehari. Ia juga mempunyai mesin untuk mengeringkan daun nan beraksi ketika musim hujan lantaran sinar mentari minim.

"Kita terus terang untuk menampung di seputaran Jongkong, ini ada beberapa kawan nan bisa bantu menampung dari hasil petani. Sehingga saya juga menampung, kemudian ada beberapa petani," ujarnya.

Ibrahim menilai jatuhnya nilai remahan daun kratom lantaran belum ada kejelasan tentang legalitas tanaman tersebut. Selain itu, muncul rumor serbuk kratom nan diekspor bermasalah lantaran diduga dicampur dengan daun lain alias tepung. Pensiunan PNS itu membantah tudingan produk kratom nan diekspor dicampur dengan daun-daun lain ataupun tepung terigu.

Ia menyebut pohon kratom sangat melimpah di Kapuas Hulu, sehingga tak mungkin peralatan ekspor itu dicampur dengan bahan lain. Di sisi lain kratom telah menjadi mata pencarian utama masyarakat Kalimantan Barat. Menurutnya, pemerintah kudu turun tangan agar nilai bisa stabil dan petani tak merugi.

"Sehingga kombinasi tangan pihak pemerintah untuk ngatur ini belum ada. Jadi hanya sebatas setaunya kita saja, dari sisi pekerjaan, pengolahan, dan sebagainya," katanya.

Berlanjut ke laman berikutnya...


Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional