TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada 8 Mei 2024 secara resmi menghapus sistem kelas BPJS Kesehatan melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dengan peraturan baru ini, sistem kelas 1, 2, dan 3 pada jasa BPJS Kesehatan bakal dihapuskan dan menggantinya dengan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Perpres baru ini mendapat beragam tanggapan dari masyarakat, lantaran tetap banyak nan belum memahami apa itu sistem KRIS nan bakal menggantikan sistem kelas pada BPJS Kesehatan.
Sudah ditanggapi BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan menanggapi ramainya sorotan publik tentang penghapusan pembagian kelas rawat inap. Rizzky Anugerah, Kepala Humas BPJS Kesehatan, menjelaskan bahwa patokan tersebut berasas pada Perpres 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Sosial.
“Kebijakan KRIS itu bakal dievaluasi penerapannya oleh Menteri Kesehatan dengan melibatkan BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan pihak-pihak mengenai lainnya,” ujarnya pada Jumat, 17 Mei 2024.
Selain itu, menurut Anugerah, Perpres tersebut tidak menghapus kelas rawat inap, melainkan memberlakukan kelas rawat inap standar (KRIS). Rumah sakit didorong untuk memenuhi standar pelayanan ruang rawat nan diatur dalam Perpres.
BPJS Kesehatan berencana gandeng swasta
BPJS Kesehatan berencana untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan asuransi swasta. Tujuannya adalah untuk memperluas cakupan jasa kesehatan nan ditawarkan kepada masyarakat. Kerja sama ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, seperti pengembangan produk asuransi untuk jasa kesehatan di luar JKN dan memungkinkan pasien JKN untuk naik kelas rawat inap.
Kendati demikian, sistem koordinasi faedah disebut kudu digodok lebih lanjut. Mekanisme kerja sama dengan perusahaan asuransi swasta dirancang dengan jelas. "Harus ada corak kerja sama nan pas dan dibuat izin nan sedemikian rupa agar tidak mengganggu tatanan nan sudah ada saat ini," kata Rizzky.
Namun, kerja sama ini tetap memerlukan beberapa persiapan, seperti pembuatan sistem koordinasi faedah nan jelas dan izin nan tepat. BPJS Kesehatan optimis bahwa kerjasama ini dapat memberikan faedah nan signifikan bagi masyarakat dan meningkatkan akses terhadap jasa kesehatan nan berbobot dan terjangkau.
Kilas kembali pelayanan kesehatan di Indonesia
Iklan
BPJS Kesehatan, penyelenggara agunan kesehatan nasional nan kita kenal sekarang, mempunyai sejarah panjang nan dimulai sejak era kolonial Belanda.
Cikal bakalnya dapat ditelusuri kembali pada 1949, ketika Prof. G.A.Siwabessy, Menteri Kesehatan saat itu, mencetuskan buahpikiran untuk menyelenggarakan program asuransi kesehatan semesta.
Pada 1968, dibentuklah Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) untuk mengelola agunan kesehatan bagi pegawai negeri dan pensiunan.
BPDPK kemudian berkembang menjadi Perum Husada Bhakti (PHB) pada 1984, dan di era inilah sistem asuransi sosial mulai diterapkan dengan konsep managed care, kapitasi, dan Daftar Plafon Harga Obat (DPHO).
Kinerja PHB nan baik mendorong pemerintah untuk memperluas cakupan kepesertaannya. Pada tahun 1992, PHB berubah menjadi PT Askes (Persero) dan mulai melayani tenaga kerja BUMN melalui Program Askes Komersial.
Di tahun 2005, PT Askes (Persero) dipercaya untuk melaksanakan Program Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (PJKMM) dan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Umum (PJKMU).
Sebelum beralih bentuk menjadi BPJS Kesehatan pada 2014, PT Askes (Persero) telah melayani lebih dari 76 juta jiwa dan bekerja sama dengan ribuan akomodasi kesehatan.
Prestasi ini menjadi modal krusial bagi BPJS Kesehatan untuk mengelola Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi seluruh rakyat Indonesia.
MICHELLE GABRIELA | DESTY LUTHFIANI | DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: BPJS Kesehatan Menjadi KRIS, Bagaimana Ketentuan Bisa Naik Kelas Rawat Inap