Staf Harvey Moeis Sebut Transaksi dengan PT Timah Capai Rp183 Miliar

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Mulanya, Marcos mengaku diminta Direktur Utama PT RBT Suparta untuk membantu PT Timah mewakili PT RBT untuk meningkatkan produksi timah.

Marcos kemudian membantu dengan melakukan pembinaan penambang terlarangan di IUP PT Timah nan meminta pembayaran pembelian bijih timah dilakukan secara cash. Hal tersebut dilakukan setelah Adam berjumpa dengan pihak PT. Timah dan mengecek wilayah IUP.

"Saudara diberi duit oleh Pak Suparta untuk modal tadi itu kan Pak, untuk katanya membina?" tanya ketua majelis pengadil Eko Aryanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/9).

"Membina penambang liar nan di IUP PT Timah," jawab Marcos.

Marcos mengaku diberi modal Suparta senilai Rp 11,5 miliar untuk membantu peningkatan produksi PT Timah dengan melakukan pembinaan dan pembelian bijih timah dari penambang.

"Rp 1,5 miliar kemudian berapa?" tanya hakim.

"Rp 10 (miliar)," jawab Marcos.

"Terus berapa lagi?" tanya hakim.

"Udah," jawab Marcos.

Marcos lampau mengaku ada transaksi sebanyak 456 kali dengan PT Timah senilai Rp 183 miliar mengenai pembelian bijih timah.

"Apa betul ini April sampai Desember (2018)? Ini kan info tadi ini, info nan saya ditunjukkan tadi ada 456 apa ya ini, bisa dibilang transaksi alias apa ini?" tanya hakim.

"Benar, nan Mulia," jawab Marcos.

"Senilai Rp 183 miliar?" tanya hakim.

"Benar, nan Mulia," jawab Marcos.

Lalu, Marcos menyebut pembayaran dari PT Timah itu diberikan ke kolektor bijih timah nan berbentuk CV dan penambang perorangan.

"Dari situ kemudian mengumpulkan dari penambang? Ada penambang liar dan ada penambang IUP PT Timah? Seperti itu?" tanya hakim.

"Iya," jawab Marcos.

"Kemudian nan Rp 183 (miliar) tadi itu nan membayarkan siapa? Kan nilai pembelian PT Timah? Ya? Saudara tahu?" tanya hakim.

"Saya, nan Mulia," jawab

"Jadi oleh PT Timah itu dibayarkan ke siapa?" tanya hakim.

"Dari PT Timah," jawab Marcos.

"Kolektor?" tanya hakim.

"Kolektor," timpal Marcos.

"Saudara tadi menyebut kolektor bisa CV bisa perseorangan?" tanya hakim.

"Iya," jawab Marcos.

Akan tetapi, Marcos sempat terdiam ketika diminta Hakim untuk membeberkan CV apa saja nan menerima pembayaran pembelian bijih timah itu.

Hakim pun memperingatkan Marcos bahwa dirinya dilarang mendusta lantaran telah disumpah. Hakim menakut-nakuti Marcos dapat menjadi terdakwa jika berbohong.

"CV itu CV apa?" tanya hakim.

"Udah kerabat di sini ada keterangannya, Saudara sudah saya ingatkan ya Saudara kudu memberikan keterangan nan benar, lantaran sudah disumpah. Kalau enggak kerabat kelak duduk di situ juga," tegur hakim.

"Maaf nan Mulia," jawab Marcos.

"Loh enggak, ceritakan apa adanya?" timpal hakim.

"Iya," jawab Marcos.

Marcos lampau menyebut pembayaran itu dilakukan kepada CV Bangka Karya Mandiri dan kepada banyak penambang perorangan.

Namun, Marcos menyatakan tidak tahu CV selain Bangka Karya Mandiri nan juga menerima pembayaran itu.

Marcos juga menyatakan tidak tahu nilai untung nan diperoleh PT. Timah atas transaksi jual beli timah tersebut.

"Saya tidak tahu nan Mulia, jika nan setelah itu kembali lagi buat putaran lagi. Jadi saya nggak tahu sampai akhirnya untung alias rugi, saya tidak tahu, nan Mulia," jawab Marcos.

Dalam perkara ini, terdakwa Harvey Moeisdidakwa merugikan finansial negara sejumlah Rp300,003 triliun mengenai kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).

Tindak pidana itu dilakukan Harvey berbareng dengan sejumlah terdakwa lainseperti crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin sejak tahun 2018 Suparta; hingga Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin sejak tahun 2017 Reza Andriansyah.

Harvey dan Helena disebut menerima Rp420 miliar. Harvey didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 alias Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain itu, Harvey juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 alias 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional