TEMPO.CO, Yogyakarta - Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) menyita dua eskavator, lima truk, dan memeriksa 14 orang mengenai praktik tambang terlarangan di Kabupaten Gunungkidul nan belakangan ramai disorot.
Penindakan itu terutama untuk aktivitas pertambangan tanah galian di Kecamatan Gedangsari Gunungkidul nan sempat viral lantaran sudah menakut-nakuti pemukiman warga.
Direktur Reserse dan Kriminal Khusus Polda DIY Komisaris Besar Polisi Idham Mahdi menuturkan penindakan ini sebagai respon dari langkah Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (PUPESDM) DIY. nan sebelumnya telah menutup aktivitas penambangan di letak tersebut lantaran tak mengantongi izin sesuai ketentuan.
"Dari 14 orang nan kami periksa sebagai saksi antara lain dari pengelola, operator ekskavator, supir truk, dan warga," kata Idham Senin 22 Juli 2024.
Saat ini kasus tersebut sudah masuk tahap investigasi dan memeriksa saksi-saksi.
"Jika tahapan sudah komplit baru kami umumkan penetapan tersangka aktivitas penambangan terlarangan ini," kata Idham.
Idham menuturkan dalam kasus ini tersangka bakal dijerat Pasal 158 alias Pasal 160 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam pasal tersebut menyatakan, orang nan melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Kepala Dinas PUPESDM DIY Anna Rina Herbranti menuturkan saat ini dari info nan dia kumpulkan ada 32 tambang terlarangan beraksi di wilayah DIY nan tersebar di beragam letak kabupaten. Jenis tambang nan dikeruk seperti tanah urug dan pasir batu.
"Untuk pertambangan di wilayah darat nan tanpa izin totalnya ada 12 titik, sedangkan di wilayah sungai ada 20 titik," kata dia.
Iklan
Para pelaku penambangan itu sudah diberikan buletin aktivitas dan surat himbauan untuk menghentikan aktivitasnya lantaran ilegal.
Anna mengatakan ada pula satu aktivitas penambangan nan ditindak lantaran nekat beraksi meski baru mengantongi ijin operasional alias Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Penambangan tanah urug itu menyasar lahan kurang lebih seluas 4 hektare di Gunungkidul namun bukan area karst.
"Jadi baru tahap mengurus WIUP, baru titik letak tata ruangnya tapi langsung melakukan pertambangan padahal tetap kudu mengurus izin lainnya," kata dia.
Pemerintah DIY tidak melarang adanya aktivitas tambang, tetapi perusahaan tambang wajib untuk mengurus izin.
Prosesnya, setelah izin awal ialah WIUP turun untuk mengetahui wilayah mana nan bakal ditambang, selanjutnya pengelola perlu mengurus izin jenis apa material nan bakal ditambang dan siapa nan bakal menambang. Apakah perusahaan wilayah pertambangan untuk rakyat (WPR) alias bukan.
"Penambang juga kudu mempunyai arsip lingkungannya. Juga lahannya apakah masuh lahan nan tak diperuntukkan untuk penambangan seperti Sultan Ground alias Pakualaman Ground," kata dia.
Anna mengatakan penindakan atas penambangan terlarangan ini untuk mengetahui siapa nantinya nan bakal bertanggungjawab melakukan reklamasi lingkungan.
Pilihan Editor: Siap-siap Wajib Asuransi Kendaraan