TEMPO.CO, Jakarta - Kehadiran smelter nikel PT Kalimantan Ferro Industry (PT KFI) di Kelurahan Pendingin, Kecamatan Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, menuai keluhan masyarakat. Terlebih, ledakan nan terjadi di smelter itu pada 16 Mei 2024 membikin rumah penduduk retak.
Warga Kelurahan Pendingin, Marjianto, mengatakan akibat smelter PT KFI tidak hanya muncul ketika terjadi ledakan. Sebab sebelumnya, dua rumah penduduk juga sempat retak akibat lampau lalang kendaraan proyek. Kejadian itu terjadi saat proyek mulai berjalan, sekitar dua tahun lalu.
Marjianto percaya rumah penduduk retak imbas proyek PT KFI. Pasalnya, masyarakat tidak pernah merasakan kejadian serupa sebelum pabrik smelter itu berdiri. "Dulu, rumah penduduk nan terbuat dari beton, aman-aman saja," kata Marjianto melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo, Senin, 8 Juli 2024.
Sebelumnya, penduduk RT 13 itu juga mengatakan pagar pabrik dengan permukiman penduduk hanya berjarak 21 meter. Walhasil, bunyi bising, debu pabrik, hingga limbah mencemari lingkungan dan menganggu warga. Sayangnya, perusahaan tidak memberi kompensasi. Bahkan, ketika rumah penduduk retak gara-gara ledakan 16 Mei lalu. "Belum ada tukar rugi," kata Marjianto.
Owner Representative dari PT KFI, Ardhi Soemargo, membantah pabrik smelter perusahannya dibangun berdekatan dengan rumah warga. Ia menyebut jarak pabrik ke permukiman adalah 150 meter. "Kementerian Perindustrian mengatakan 150 meter sampai ke parit. Dari jarak sini ke parit, tanah kami semua," kata Ardhi ketika ditemui usai rapat dengar pendapatt dengan Komisi VII DPR RI, Senin, 8 Juli 2024. Ia menunjukkan foto area smelter pada arsip presentasi.
Ia juga menepis anggaran ihwal dampak-dampak aktivitas pabrik nan dirasakan penduduk sekitar smelter. "Itu tetap dalam pemisah aman," kata dia.
Kemudian soal kejadian ledakan nan menyebabkan rumah penduduk retak-retak, Ardhi menyatakan pihaknya bakal bertanggung jawab. Perusahaan juga sudah melakukan pendataan melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Namun, dia tidak membeberkan jumlah rumah nan sudah dicek. Ia berkilah perusahaan tetap melakukan pendalaman penyebab retakan.
"Kami takut ada beberapa RT nan mungkin belum terlihat oleh kami, sehingga lebih baik saya menunggu dulu hasilnya," kata Ardhi. "Tapi apapun itu, jika betul adalah kami (penyebab retaknya rumah warga), lantaran kejadian 16 Mei, kami bakal menuntaskan perihal tersebut."
Pembangunan smelter PT KFI menuai kontroversi sejak awal. Laporan Tempo berjudul 'Serampangan Proyek Pelebur Nikel Kutai Kartanegara' nan terbit pada 30 November 2023 menyebut pembangunan smelter PT KFI diduga tanpa Amdal. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kalimantan Timur Rafiddin Rizal membenarkan perihal tersebut. Ia menyebut Amdal PT KFI tetap dalam proses dan menunggu surat kepantasan untuk diterbitkan. Meskipun, Ardhi membantah perihal itu lantaran menurutnya perusahaan sudah mengantongi izin untuk membangun industri kertas pada 1996 di area nan sekarang dikelola PT KFI.
Pihaknya berasumsi masyarakat sudah mengetahui keberadaan industri di area tersebut. Apalagi area itu sudah dipatok meski akhirnya menganggur selama 29 tahun. “(Soal) Amdal, kami lakukan Amdal perubahan dengan nama KFI. Posisi sudah diterima tanpa terkecuali,” ujar Ardhi ketika ditemui di salah satu warung kopi di Samarinda pada 24 Agustus 2023. Saat itu, pihaknya sedang menunggu SKKL (surat keputusan kepantasan lingkungan) dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Persoalan Amdal itu kembali disinggung dalam rapat dengar pendapat berbareng Komisi VII DPR hari ini. Lagi-lagi, Ardhi menyatakan perusahaannya sudah berporses dengan baik dalam waktu lama. "28 Agustus 2023, kami menerima Amdal. Kami belum melakukan comissioning, belum lakukan apapun lantaran kami tidak mau menjalankan sesuatu nan tidak sesuai aturan," kata Ardhi di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senin, 8 Juli 2024.
Pilihan editor: PT KFI Belum Ganti Rugi Rumah Warga nan Retak Diduga Akibat Kebakaran Smelter Mei Lalu