Zulhas Ingin Bulog Kembali jadi Badan Stabilisasi Harga Pangan, Kenapa?

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan sebaiknya Perum Bulog kembali berfaedah sebagai badan stabilisasi nilai pangan. Sebab, menurut dia, saat ini Bulog seringkali terjebak dalam persaingan upaya lantaran statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara alias BUMN.

"Bulog berubah fungsinya di Badan Usaha Milik Negara. Jadi produk. Saya menyarankan kemarin agar Bulog kembali kepada kegunaan stabilisasi," ujarnya saat ditemui usai melantik pejabat tinggi pratama Kemenko Pangan di Ballroom Graha Mandiri, Senin, 11 November 2024.

Menteri nan berkawan disapa Zulhas ini menjelaskan bahwa Bulog awalnya dibentuk untuk berkedudukan sebagai penyeimbang pasar. Oleh lantaran itu, Bulog dilengkapi dengan banyak penyimpanan untuk mengelola stok beras. Ia menyebut bahwa pada awalnya, Bulog mempunyai sekitar 1.800 gudang.

"Kita ini merawat saja susah. Dari 1.800 sekian gudang-gudang besar nan strategis, sekarang nan bisa bekerja tinggal 1.500 sekian," katanya.

Sebelumnya, Bulog memang direncanakan untuk beralih bentuk nan mulanya di bawah BUMN menjadi badan otonom di bawah pemerintah langsung. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir telah memproyeksikan Perum Bulog memerlukan anggaran sebesar Rp 26 triliun untuk rencana tersebut.

"Dan saya pernah paparan di Komisi VI DPR, Bulog itu perlu Rp 26 triliun. Nanti setelah operasi pasar, mungkin tergerus Rp 5-6 triliun," kata Erick Thohir kepada awak media saat ditemui di salah satu hotel di area Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis, 7 November 2024.

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, Bulog berstatus lembaga pemerintah non-departemen (LPND) di bawah presiden. Pada 2003, pemerintah mengubah status Bulog menjadi perusahaan pelat merah di bawah Kementerian BUMN.

Selain itu, Direktur Utama Bulog, Wahyu Suparyono, mengatakan pendapat Prabowo menjadikan Bulog sebagai badan otonom tersebut bermaksud mengefektifkan keahlian lembaga. Sebab, posisi Bulog sebagai BUMN justru membatasi mobilitas lembaga tersebut dalam mengelola bagian pangan. Sejak berada di bawah Kementerian BUMN, Bulog hanya bertindak selaku operator nan menunggu perintah regulator.

Salah satu contohnya, saat bakal melakukan operasi pasar, Bulog kudu menunggu hasil rapat koordinasi terbatas kementerian dan lembaga terkait. Sistem ini, menurut Wahyu, tidak efisien.

Setelah menerima perintah Prabowo, Wahyu segera membentuk tim untuk menyusun rencana transformasi Bulog, termasuk mengkaji Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perum Bulog.

Wahyu menyatakan saat ini sedang menyiapkan usulan keputusan presiden tentang transformasi Bulog. Dia juga secara berkala berjumpa dengan Presiden Prabowo untuk melaporkan perkembangan rencana itu. Jika kelak Bulog menjadi lembaga pemerintah, Wahyu bakal memilih orang nan sepaham dengannya. "Kalau enggak sepaham, mundur," katanya.

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis