Jakarta, CNN Indonesia --
Siswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Cilincing berinisial P (19) ditemukan tewas pada Jumat (3/5). Ia diduga tewas lantaran dianiaya oleh seniornya di kampus tersebut.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan empat orang tersangka ialah taruna STIP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut fakta-fakta siswa STIP tewas dianiaya senior:
1. Dianiaya di bilik mandi
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan mengungkap kejadian bermulai Ketika korban Bersama empat rekannya mengikuti tradisi taruna di bilik mandi sekitar pukul 07.55 WIB, Jumat (3/5).
Gidion menyebut tradisi taruna ini merupakan penindakan terhadap junior lantaran dinilai ada perihal nan salah menurut perspektif senior.
"Karena dilihat ada nan salah menurut persepsi senior sehingga dikumpul di bilik mandi," ujarnya.
Gidion menyebut korban P mendapat giliran pertama dipukul. Senior berinisial TRS menjadi nan pertama memukul korban di bagian ulu hati sebanyak lima kali.
[Gambas:Video CNN]
2. Saluran pernapasan tertutup
Gideon mengatakan saat korban dipindahkan ke kelas, TRS berupaya menyelamatkan korban, tapi gagal. TRS nan telah ditetapkan sebagai tersangka katanya memasukkan tangan ke mulut korban dan menarik lidahnya.
"Tapi itu justru nan menutup saluran (pernapasan), hingga korban meninggal dunia," ujarnya.
"Yang menyebabkan matinya alias hilangnya nyawa korban adalah paling utama ketika dilaksanakan upaya nan menurut tersangka adalah pengamanan di bagian mulut sehingga menutup bagian oksigen saluran pernapasan," imbuhnya.
Dari hasil otopsi terdapat luka di wilayah ulu hati nan menyebabkan pecahnya jaringan perut sehingga menyebabkan pendarahan ditambah ada luka lecet di bagian mulut.
3. 4 tersangka
Polres Metro Jakarta Utara menetapkan TRS sebagai tersangka pada Sabtu (4/5). Gidion mengatakan TRS merupakan mahasiswa STIP Cilincing tingkat dua.
Polisi kemudian menetapkan tiga tersangka baru pada Kamis (9/5). Ketiga tersangka ini merupakan taruna tingkat dua STIP berinisial AK, WJP dan FA nan disimpulkan terlibat dalam kekerasan eksesif nan dilakukan tersangka utama TRS terhadap korban.
Gidion menjelaskan tersangka FA merupakan taruna nan berkedudukan memanggil korban turun dari lantai tiga ke lantai dua.
Selain itu, tersangka FA berkedudukan sebagai pengawas ketika pelaku TRS melakukan kekerasan eksesif kepada korban dan perihal ini terbukti dari kamera pengawas dan keterangan sejumlah saksi.
Kemudian tersangka WJP berkedudukan saat proses kekerasan terjadi pada korban dengan mengucapkan, "jangan canggung ini JPDM kasi paham". Dan ketika korban dipukul, tersangka ini mengatakan "bagus tidak raderest" alias artinya tetap kuat.
"Ada kata-kata nan hidup dalam kehidupan mereka di kampus saja dan ini nan coba kami urai menggunakan mahir bahasa," kata Gidion.
Kemudian untuk tersangka ketiga KAK berkedudukan menunjuk kepada korban saat dilakukan kekerasan.
"Pelaku ini juga mengucapkan kata, adikku saja ini mayoret terpercaya," kata Gidion.
Kombes Gidion mengatakan ketiga pelaku diancam Pasal 351 ayat 3 Pasal 55 juncto 56 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun.
(fby/end)