7 Faktor Penurunan Daya Beli Masyarakat

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Penurunan daya beli masyarakat Indonesia belakangan ini menjadi perhatian serius para ahli ekonomi dan pelaku usaha. Melemahnya daya beli ini berakibat pada konsumsi rumah tangga, nan selama ini menjadi motor penggerak utama perekonomian. Fenomena ini berisiko memicu spiral deflasi, ialah situasi di mana penurunan nilai bersambung akibat rendahnya permintaan dan konsumsi, nan pada gilirannya memperdalam penurunan nilai dan memperburuk perekonomian Indonesia. 

Berdasarkan info dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami deflasi bulanan sebesar 0,18 persen pada Juli 2024, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 106,09. Deflasi ini mencerminkan tren penurunan nilai nan telah terjadi selama tiga bulan berturut-turut. Lebih lanjut, tingkat deflasi pada Juli tercatat lebih dalam dibandingkan dengan deflasi bulan Juni, nan menunjukkan adanya penurunan permintaan dan konsumsi masyarakat secara berkelanjutan.

Berikut adalah beberapa aspek utama penyebab terpuruknya daya beli masyarakat:

1. Inflasi dan perubahan nilai barang

Meskipun terjadi deflasi di beberapa bulan terakhir, biaya hidup masyarakat tetap tinggi. Kenaikan nilai pangan dan daya membikin banyak orang kudu memangkas shopping konsumtif demi memenuhi kebutuhan pokok. Inflasi nan tinggi pada sektor tertentu memperburuk kondisi ini.

Terjadinya inflasi ini turut berimpak pada penurunan kelas menengah. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mempunyai pandangan tersendiri ihwal penyebab sejumlah kelas menengah nan turun kasta tersebut.

“Penurunan kelas menengah biasanya lantaran inflasi. Dengan inflasi tinggi, maka garis kemiskinan naik, mereka tiba-tiba bakal jatuh ke bawah,” ujar Sri Mulyani di Kementerian Keuangan alias Kemenkeu di Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2024.

Sementara mengenai deflasi, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad memaparkan kondisi itu bisa dilihat dari volatile food alias kategori pangan bergolak seperti daging ayam ras, telur, hingga bawang merah. Kategori tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat nan semestinya tetap dikonsumsi, meski harganya mengalami perubahan.

“Tapi ketika masyarakat tidak punya daya beli, akhirnya dia tidak sanggup dan mengakibatkan nilai turun. Dan itu menjadi deflasi,” terang Tauhid kepada Tempo, Kamis, 3 Oktober 2024.

Selain mencatat deflasi, dia juga merujuk info Purchasing Manager’s Index (PMI) sektor manufaktur Indonesia, tercatat pada September 2024 turun ke area kontraksi di level 49,2. Tren kontraksi ini telah berjalan sejak Juli, menandakan adanya penurunan aktivitas industri secara konsisten.

Tauhid juga menyebut bahwa nomor PMI manufaktur di bawah 50 menunjukkan peralatan nan dijual lebih sedikit daripada input nan dibeli oleh industri. Artinya, ada stok berlebih dari industri lantaran minimnya pembeli. Namun, kata Tauhid, saat ini kondisi  itu tidak hanya terjadi di Indonesia.

Lebih lanjut, salah satu aspek utama nan mempengaruhi daya beli masyarakat adalah tingkat nilai peralatan dan jasa. Ketika nilai mengalami kenaikan, keahlian masyarakat untuk membeli peralatan dan jasa menurun. Sebaliknya, jika nilai turun, daya beli masyarakat bakal meningkat lantaran mereka bisa mendapatkan lebih banyak dengan duit nan sama. Oleh lantaran itu, untuk menilai daya beli, sangat krusial untuk terlebih dulu menganalisis pergerakan nilai di pasar.

2. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Gelombang PHK di sektor umum akibat ketidakstabilan ekonomi menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran. Hal ini memaksa masyarakat berjuntai pada tabungan alias mencari penghasilan di sektor informal, nan condong tidak stabil.

Di sisi lain, Tauhid menambahkan bahwa aspek nan menurutnya menjadi parameter melemahnya daya beli adalah penurunan peserta BPJS Ketenagakerjaan. Merujuk pada info BPJS Ketenagakerjaan periode Januari 2023-Mei 2024, ada penurunan tren peserta aktif sebesar 4,27 persen di sektor garmen dan busana jadi.

3. Pendapatan riil nan tidak meningkat

Pendapatan riil, ialah pendapatan setelah disesuaikan dengan perubahan harga, menjadi aspek utama nan memengaruhi daya beli masyarakat. Apabila pendapatan riil bertambah, keahlian seseorang untuk membeli peralatan dan jasa juga meningkat dibandingkan sebelumnya. Namun, agar daya beli betul-betul naik, kenaikan pendapatan kudu lebih tinggi alias setidaknya sebanding dengan kenaikan nilai di pasar. Apabila pendapatan nominal naik tetapi nilai peralatan dan jasa ikut naik dengan laju nan sama, daya beli tidak mengalami peningkatan secara riil.

4. Menguras tabungan untuk kebutuhan harian

Tauihid menilai, bahwa kondisi penurunan daya beli masyarakat juga dapat disebabkan oleh pekerja sektor informal nan memilih untuk menghentikan kepesertaan mereka secara berdikari lantaran pendapatan mereka menurun. Tidak adanya support dari perusahaan membikin mereka kudu menanggung biaya sendiri, dan dalam situasi ekonomi nan sulit, banyak nan terpaksa memprioritaskan kebutuhan dasar.

“Dilihat dari data-data LPS, saya kira menunjukkan bahwa nan tadinya buat saving kudu diambil buat kebutuhan sehari-hari. Masyarakat kudu mengencangkan ikat pingganya lagi,” pungkasnya.

5. Minimnya lapangan kerja

Penurunan daya beli masyarakat kerap dikaitkan dengan terbatasnya kesempatan kerja. Ketika lapangan pekerjaan tidak mencukupi, nomor pengangguran bakal meningkat, sehingga banyak orang kesulitan memperoleh pendapatan. Kondisi ini berakibat pada keahlian masyarakat untuk berbelanja, lantaran tanpa penghasilan nan memadai, mereka terpaksa menahan konsumsi dan mengurangi pembelian peralatan serta jasa.

6. Pajak

Kenaikan pajak condong menurunkan daya beli masyarakat lantaran pajak mengurangi pendapatan riil. Pajak nan dipotong dari penghasilan berfaedah bahwa saat pajak meningkat, pendapatan riil berkurang, sehingga seseorang bakal mempunyai keahlian nan lebih rendah untuk membeli peralatan dan jasa dibandingkan sebelum adanya kenaikan pajak. Hal ini dapat mengurangi tingkat konsumsi, nan merupakan aspek kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh lantaran itu, pajak nan lebih tinggi biasanya bakal memperlambat pertumbuhan ekonomi suatu negara.

7. Ketersediaan angsuran dan beban utang

Msyarakat sering kali membeli peralatan alias jasa nan mahal dengan menggunakan kredit. Jika peralatan tersebut sangat diperlukan, mereka bakal mencari pinjaman untuk memenuhinya.

Oleh lantaran itu, kesiapan angsuran dari lembaga keuangan, baik untuk perusahaan maupun konsumen, mempunyai akibat signifikan terhadap daya beli masyarakat. Dengan akses angsuran nan baik dari bank, baik perusahaan maupun konsumen dapat melakukan lebih banyak belanja, nan pada gilirannya bakal meningkatkan daya beli. Selain itu, lembaga finansial juga mendapatkan untung dari kembang pinjaman, sehingga lebih banyak duit beredar dalam perekonomian suatu negara.

RACHEL CAROLINE L.TORUAN | HENDRIK KHOIRUL | HAMMAM IZZUDDIN | SUKMA KANTHI NURANI | HAURA HAMIDAH

Pilihan Editor: Terjun Bebas Daya Beli Masyarakat

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis