PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) berjumpa dengan pemerintah provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk membahas rencana pembongkaran tiang eks monorel. Pertemuan itu sekaligus membahas pendampingan norma atas rencana pembongkaran oleh pemerintah DKI Jakarta.
Corporate Secretary Adhi Karya Rozi Sparta mengatakan skema final dari pembongkaran tiang tetap dibahas. “Saat ini tetap dalam tahap pembahasan lanjutan berbareng para pemangku kepentingan terkait, agar pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan nan berlaku,” katanya dalam keterbukaan info di Bursa Efek Indonesia, dikutip Kamis, 23 Oktober 2025.
Rozi mengatakan tiang monorel tercatat pada pos aset tidak lancar lainnya bagian persediaan panjang pada laporan finansial ADHI. Dia mengatakan perseroannya saat ini juga tetap mengkaji pembongkaran ini sembari membahas dengan para pemangku kepentingan.
Dia memastikan tak ada akibat dari pembongkaran tiang monorel ini. “Sehubungan dengan rencana pembongkaran nan bakal dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta tersebut tidak berakibat material terhadap kelangsungan upaya maupun nilai saham Perseroan secara keseluruhan,” kata Rozi.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengatakan pentingnya menertibkan seluruh letak pekerjaan lapangan nan tidak aktif, seperti galian kabel dan proyek sumber daya air, agar tidak memperparah kemacetan lampau lintas. Pramono mengungkapkan, berasas putusan pengadilan negeri dan pengarahan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara nan bertanggung jawab membongkar tiang monorel itu adalah Adhi Karya.
Jika Adhi Karya menyatakan tidak sanggup melaksanakannya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal turun tangan. “Kalau kemudian Adhi Karya katakanlah tidak mampu, maka Pemerintah Jakarta bakal melakukan tindakan untuk membersihkan,” kata Pramono.
Awal Mula Proyek Monorel
Asal muasal tiang monorel nan mangkrak ini berasal pada 2004. Ketika itu, pemerintah mau melakukan modernisasi transportasi di Jakarta. Salah satunya adalah dengan pembangunan monorel.
Konsorsium PT Jakarta Monorail dan Omnico Singapura ditunjuk sebagai pelaksana proyek monorel. Presiden Megawati Soekarnoputri meresmikan proyek itu. Proyek monorel kemudian mulai dibangun pada masa Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso.
Jalur awalnya dirancang sepanjang lima kilometer dari Casablanca hingga Karet dengan 14 titik pemberhentian. Namun, hanya dalam waktu singkat, pembangunan mulai tersendat. Pada 2005, uji beban fondasi di jalur Asia Afrika terhenti lantaran hambatan pendanaan.
Jakarta Monorail kandas memperoleh modal tambahan lantaran pemerintah tidak turut serta dalam investasi. Dari total nilai investasi sekitar US$ 670 juta, sebagian besar (sekitar US$ 470 juta) berasal dari pinjaman luar negeri.
Pada 2007, proyek resmi mandek. Gubernur DKI saat itu, Fauzi Bowo, menghentikannya lantaran tidak ada kejelasan lanjutan. Pada 2013, Gubernur Joko Widodo mencoba menghidupkan kembali proyek ini dengan nama baru, Jakarta Eco Transport (JET).
Namun, inisiatif tersebut juga berhujung pada 2015 setelah penggantinya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menghentikannya. Alasan penghentian kala itu adalah ketidakmampuan kontraktor memenuhi 15 syarat nan ditetapkan pemerintah provinsi DKI Jakarta dan tak satu pun syarat dipenuhi.
Adhi Karya selaku kontraktor sudah mengerjakan pembangunan 90 tiang beton sejak 2007. Tiang monorel itu berdiri sepanjang Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan hingga Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat. Keberadaan tiang-tiang itu dianggap mengganggu estetika kota dan memperburuk kemacetan, namun tak kunjung ditangani secara tuntas selama nyaris dua dekade.
Putri Safira Pitaloka berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Pilihan Editor: Seperti Apa Rencana Merger BUMN Karya