Analis: Penerimaan dan Belanja Negara Tak Seimbang Sebabkan Lonjakan Utang Rp 775,9 Triliun di 2025

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah Indonesia diperkirakan bakal menarik utang baru sebesar Rp 775,9 triliun pada tahun 2025. Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P. Sasmita, menyebut lonjakan utang ini disebabkan ketidakseimbangan nan semakin lebar antara penerimaan dan belanja negara.

"Rencana shopping nan ditetapkan jauh melampaui potensi penerimaan negara nan diproyeksikan bakal diterima tahun depan, sehingga defisit anggaran kudu dilebarkan dan ditutup dengan peningkatan penarikan utang," kata Ronny saat dihubungi Tempo, Senin, 26 Agustus 2024. 

Menurut Ronny, ketidakseimbangan ini terjadi lantaran pemerintah kurang sukses meningkatkan proyeksi tingkat penerimaan negara di satu sisi, namun juga tidak bersedia mengurangi rencana shopping di sisi lain. "Walhasil, mau tak mau utang alias debt ceiling kudu dinaikkan," ujarnya.

Berdasarkan Buku II Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara alias RAPBN 2025, pemerintah merencanakan penarikan pinjaman senilai Rp 133,3 triliun dan publikasi Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 642,6 triliun untuk membiayai sejumlah program APBN. Pinjaman tersebut terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 5,2 triliun dan pinjaman luar negeri mencapai Rp 128,1 triliun.

Ronny menjelaskan meskipun keahlian pemerintah untuk bayar utang saat ini tetap tergolong aman, peningkatan utang sebesar Rp 775,9 triliun itu dapat mengurangi ruang fiskal untuk shopping produktif. "Setiap tahun, sebagian anggaran bakal tersedot untuk menutup pertambahan angsuran dan kembang utang," ujarnya.

Iklan

Ronny mengatakan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tetap berada pada tingkat moderat, baik secara konstitusional maupun komparatif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun diperkirakan tetap berada pada tingkat nan cukup stabil, meskipun tidak sepenuhnya memuaskan. "Dengan pertumbuhan 5 persenan, inflasi sekitar 3 persenan, maka pemerimaan negara dari pajak tetap tetap mempunyai potensi tumbuh sekitar 8 persen pertahun," jelasnya.

Meski begitu, dia mengimbuhkan, nan kudu diperhatikan adalah komparasi tingkat pertumbuhan utang dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Untuk menjaga agar pemisah atas utang tidak tercapai, kata Ronny, pemerintah perlu mengupayakan pertumbuhan ekonomi nan lebih tinggi. "Sehingga celah utang tetap besar, tetapi persentasenya terhadap PDB tetap sama," katanya.

Dalam RAPBN 2025, jumlah total pembiayaan utang pada tahun depan meningkat sebesar Rp 222,8 triliun dibandingkan dengan perkiraan pembiayaan utang tahun ini sebesar Rp 553,1 triliun. Peningkatan ini diperlukan untuk menutupi defisit APBN 2025 nan diperkirakan mencapai Rp 616,2 triliun alias sekitar 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Pilihan editor: Kaesang dan Erina Gudono Diduga Dijemput di Apron Bandara, Melanggar Aturan?

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis