TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempertanyakan anggaran pendidikan kepada Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim dalam rapat kerja mengenai kenaikan UKT perguruan tinggi dengan Komisi X kemarin.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede yusuf, mengatakan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN alias Rp 665 triliun. Ia meminta penjelasan ke mana saja anggaran pendidikan dan kenapa anggaran nan turun di Kemendikbud hanya berkisar Rp 98 triliun. “Kami minta pemerintah menjelaskan ke mana saja anggaran kegunaan pendidikan agar masyarakat tahu,” ujarnya dalam rapat DPR, 21 Mei 2024.
Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Suharti, memaparkan dari total shopping negara untuk kegunaan pendidikan sebesar Rp 665 triliun tidak semua dikelola kemendikbud. “Dari keseluruhan biaya alokasi pendidikan, Kementerian Pendidikan hanya mengelola sebesar 15 persen alias 98,9 triliun,” ujarnya.
Ia menerangkan porsi anggaran kegunaan pendidikan terbagi-bagi untuk transfer ke daerah, hingga dikelola oleh kementerian dan lembaga lain.
Penggunaan biaya terbesar digunakan untuk transfer ke wilayah dengan jumlah Rp 346,5 triliun. Anggaran itu digunakan untuk biaya alokasi umum alias DAU dan alokasi unik alias DAK baik bentuk dan non fisik. “DAU mencakup juga penghasilan dan tunjangan pegawai negeri di daerah,” kata dia.
Terkait siapa saja nan menggunakan anggaran, Suharti memaparkan ada 22 kementerian dan lembaga lain nan menggunakan anggaran kegunaan pendidikan. Kebijakan ditentukan masing-masing, dia mengatakan Kemendikbud tidak punya kewenangan untuk memberikan masukan penggunaan anggaran. Jumlah total nan masuk ke kementerian lain sebesar Rp 32,8 triliun.
Iklan
Di luar anggaran untuk kementerian lembaga tersebut ada alokasi kegunaan pendidikan untuk Kementerian Agama sebesar Rp 62,3 triliun. Ada pula anggaran pendidikan untuk shopping non kementerian lembaga Rp 47 triliun dan anggaran pengeluaran pembiayaan Rp 77 triliun nan dikelola oleh Kementerian Keuangan. Kegunaannya untuk biaya pokok Lembaga Pengelola Dana Pendidikan alias LPDP nan didalamnya mengatur biaya kekal pendidikan termasuk biaya kekal pesantren.
Ia menekankan Kemendikbud tidak mempunyai peran dalam pengambilan keputusan mengenai alokasi anggaran lantaran sesuai PP Nomor 17 tahun 2017, nan mempunyai kewenangan untuk perencanaan dan penganggaran adalah Kementerian PPN dan Kementerian Keuangan.
Sebelumnya Kemendikbud telah mengusulkan revisi patokan menjadi PP nomor 18 tahun 2022 tentang pendanaan pendidikan. Dalam patokan tercantum bahwa Mendikbud berbareng Menteri Keuangan dan Kementerian PPN secara bersama-sama menyetujui pengalokasian anggaran pendidikan. Namun perihal itu menurut Suharti belum bisa dilaksanakan lantaran PP nomor 17 tahun 2017 belum bisa dilakukan perubahan.
Suharti memaparkan saat ini tugas pemerintah adalah menyinkronkan penggunaan biaya untuk Penyelenggaraan Perguruan Tinggi oleh Kementerian Lain dan Lembaga Pemerintah Nonkementerian (PTKL). Diharapkan ke depan biaya PTKL kementerian lain tidak tumpang tindih dengan PTKL di bawah Kemendikbud. “Ini jadi PR kami, memastikan PTKL merujuk pada kebijakan nan sama,” ujarnya.
Pilihan Editor: Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah nan Disorot Masyarakat