Apa Kata Warga soal Rencana Pembatasan Usia Kendaraan di Jakarta?

Sedang Trending 6 bulan yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

DPRD DKI Jakarta mengusulkan pembatasan usia kendaraan sebagai bagian dari upaya mengatasi polusi udara dan kemacetan di Jakarta.

Menurut Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Ismail, pembatasan usia kendaraan bisa menjadi opsi lain dari kebijakan pembatasan kendaraan pribadi sesuai Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) bagian kewenangan unik perhubungan.

Dalam Pasal 24 Ayat 2 Undang-undang nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) dijelaskan bahwa pemerintah wilayah diberi kewenangan membatasi jumlah kepemilikan kendaraan bermotor perorangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pembatasan usia dan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor perseorangan," demikian bunyi Pasal 24 Ayat 2 tersebut.

Hal itu juga disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro.

"Di dalam UU DKJ, pemerintah sepakat dengan DPR memberi kewenangan kepada Pemerintah Daerah Khusus Jakarta, sampai dengan pengaturan jumlah kendaraan nan boleh dimiliki masyarakat," kata Suhajar.

Namun, bagaimanakah respons masyarakat nan tinggal maupun mencari nafkah di wilayah Jakarta dan atas usulan tersebut?

Batas Minimal Usia Pengemudi

Rafi (31), salah seorang pekerja asal Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini merasa urgensi untuk menegaskan pemisah usia pengemudi kendaraan tetap dinilai lebih krusial daripada kudu membatasi usia kendaraan.

Ia memandang bahwa kemacetan dan polusi itu juga lantaran banyak pengemudi alias pemilik kendaraan nan tetap di bawah umur, dan juga berkendara hanya untuk bersenang-senang nan tanpa sadar juga menyumbang kemacetan.

"Sebenarnya sih enggak kudu membatasi ya, tergantung dari kebijakan pemerintah saja. Sekarang kan kebanyakan dari anak-anak di bawah umur juga punya motor," kata Rafi saat ditemui CNNIndonesia.com, Senin (6/5)

"Mulai dari penggunanya, umurnya, jadi enggak sembarang orang juga bisa beli kendaraan. Di rumah nan ada hanya dua orang, tapi motornya empat mobilnya tujuh, buat apa," tambahnya.

Rafi juga berdasar proses dan upaya untuk mendapatkan sebuah kendaraan itu tentunya sangat panjang dan sulit, sehingga Ia menilai bahwa patokan pembatasan usia kendaraan adalah tindakan nan mubazir.

"Kenapa saya bilang kurang setuju, kita untuk mendapatkan sebuah kendaraan itu kan susah, jika kita udah punya satu ngapain kita tambah lagi," jelasnya.

Selain dengan ditegaskannya pemisah minimal usia pengemudi kendaraan bermotor, dirinya juga menyarankan agar Indonesia tak perlu mengikuti peraturan nan diterapkan oleh negara lain.

"Ibaratnya kita jangan ikut-ikut orang-orang luar lah, walaupun di negara luar itu maju. Sementara mereka nan ciptain kendaraan mobil, mereka lebih milih sepeda kan," kata Rafi.

Rafi (31), salah seorang pekerja asal Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini merasa bahwa urgensi untuk menegaskan pemisah usia pengemudi kendaraan tetap dinilai lebih krusial daripada kudu membatasi usia kendaraan.Rafi, pekerja asal Kebon Jeruk, Jakarta Barat. (CNN Indonesia/Rachel Tesalonika)

Jadwal pekerja ke kantor

Sementara itu, Dahlena (45) nan merupakan seorang pekerja di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat ini mengaku merasa keberatan terhadap usulan mengenai pembatasan usia kendaraan ini.

Sebagai seorang tenaga kerja nan tinggal di wilayah Bojonggede, Bogor, keberadaan kendaraan pribadi tentunya sangat memudahkannya untuk melakukan mobilisasi dengan jarak nan cukup jauh.

Belum lagi, jika ada kejadian nan tak terduga seperti aktivitas alias cuaca buruk. Ia merasa tak semua orang belum tentu mau untuk naik transportasi umum.

"Ya, kan enggak semua orang mau naik transportasi umum. Kadang, jika misalnya ada urgent, alias misalnya ada acara, terus saya enggak masuk kantor, ya saya pengennya sih bawa mobil sendiri gitu," kata Dahlena

Sehingga jika kudu mengganti kendaraan dalam kurun waktu tertentu, tentunya bakal banyak masyarakat nan bakal mengalami kerugian. Pasalnya, mau tidak mau kudu mengganti kendaraannya nan sudah menjadi kebutuhan mereka.

Dahlena beranggapan bahwa alangkah lebih baik jika pemerintah lebih konsentrasi terhadap pengelolaan transportasi umum, peraturan ganjil genap dan pembagian giliran masuk kerja alias sif untuk mengurangi tingkat kemacetan dan polusi akibat kendaraan.

"Mungkin jam kerjanya itu kudu dibagi dua Jadi sebagian masuk pagi Misalnya 8 sampai jam 3 Sebagian masuknya malam. Saya percaya banget bisa mengurangi kemacetan," ujarnya

Dahlena (45) nan merupakan seorang pekerja di wilayah Sudirman, Jakarta Pusat beranggapan agar pemerintah memberlakukan pembagian giliran masuk kerja alias sif untuk mengurangi tingkat kemacetan dan polusi akibat kendaraan.Dahlena (45) nan merupakan seorang pekerja di wilayah Sudirman, Jakarta Pusat. (CNN Indonesia/Rachel Tesalonika)

Beda keahlian ekonomi setiap warga

Annisa (27), seorang penduduk Jakarta Timur, juga menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Undang-Undang DKJ No 2 Tahun 2024. Annisa menegaskan bahwa undang-undang tersebut tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat nan beragam.

"Enggak setuju, lantaran kan jika misalkan udah enggak boleh dipakai lagi, kan kita nggak tahu ya kondisi ekonomi orang gitu ya. Berarti kan jika enggak bisa dipakai, tapi jika dia perlu banget nih sama kendaraan ini, gimana dong," ujar Annisa.

Annisa juga menambahkan bahwa pemerintah kudu menawarkan solusi nan berkarakter inklusif serta mempertimbangkan kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah.

"Harus ada kayak solusinya gitu, misalkan kayak kendaraan umumnya dikasih gratisan alias gimana. Karena jika saya enggak tahu kenapa ya, saya tuh lebih memandang ke rakyat nan menengah ke bawah gitu [yang terbebani]," tuturnya.

Annisa (27), seorang penduduk Jakarta Timur memandang bahwa undang-undang tersebut tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat nan beragam.Annisa, penduduk Jakarta Timur, nan meminta pemerintah dan majelis memerhatikan perbedaan keahlian ekonomi penduduk sebelum putuskan pembatasan usia kendaraan. (CNN Indonesia/Rachel Tesalonika)

Berlanjut ke laman berikutnya...


Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional