TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak kebijakan mewajibkan potongan bayaran pekerja swasta untuk Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera. Hal ini setelah Presiden Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera nan diteken Presiden Jokowi pada 20 Mei lalu. Beleid tersebut merupakan revisi PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani menjelaskan bahwa saat ini beban nan ditanggung pemberi kerja untuk iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagkeerjaan besarnya mencapai 18,24 persen hingga 19,74 persen dari penghasilan pekerja. Menurutnya, beban iuran itu semakin berat dengan adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar.
“Program Tapera terbaru semakin menambah beban baru, baik dari sisi pemberi kerja maupun pekerja," kata Shinta melalui keterangan resmi, Selasa, 28 Mei 2024.
Pro-Kontra Iuran Tapera
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kubu Jumhur Hidayat menyoroti kebijakan Tapera. Ia mengatakan bahwa Tapera memaksa pekerja dan pengusaha untuk melakukan iuran setiap bulan. Dia menyebut, kebijakan ini lebih banyak merugikan bagi buruh. Sebab, duit pekerja apalagi pengusaha bakal mengendap hingga usia 58 tahun.
“Pemerintah ini senangnya ngumpulin duit rakyat, terus dari duit itu digoreng-goreng dalam beragam instrumen investasi," kata Jumhur dalam keterangan resminya pada Selasa, 28 Mei 2024.
Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama, mengatakan patokan ini bakal berakibat luas. Sehingga PKS memberikan beberapa catatan. Pertama, mengenai golongan kelas menengah nan sudah mempunyai rumah, misalkan sudah terlanjur membelinya alias dari warisan orang tua, tapi tetap juga diwajibkan untuk ikut program ini.
"Dalam patokan PP No. 25/2020 (tidak direvisi) disebutkan bagi Peserta non-MBR, maka duit pengembalian Simpanan dan hasil pemupukannya dapat diambil setelah kepesertaan Tapera-nya berakhir, ialah lantaran telah pensiun, telah mencapai usia 58 tahun bagi Pekerja Mandiri; meninggal dunia; alias tidak memenuhi lagi kriteria sebagai Peserta selama 5 tahun berturut-turut," kata Suryadi lewat keterangan tertulis, Selasa, 28 Mei 2024.
Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit alias FSP TSK SPSI juga menolak kebijakan Tapera. Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI, Roy Jinto, meminta pemerintah membatalkan dan mencabut PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera.
Iklan
"Tapera hanya asal-asalan pemerintah untuk mengumpulkan biaya dari pekerja nan dikelola BP (Badan Pengelola) Tapera, nan penghasilan dan biaya operasionalnya dibebankan dari simpanan rakyat nan diwajibkan melalui UU Tapera," kata Roy melalui keterangan tertulis nan diterima Tempo, Rabu, 29 Mei 2024.
Sementara itu, di pihak lain, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menerangkan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bukanlah duit nan hilang, melainkan bisa dimanfaatkan sebagai alas ekonomi untuk mempunyai rumah.
Lebih lanjut menurut dia, program Tapera sudah dibentuk sejak lima tahun nan lalu, namun dalam penyelenggaraan awalnya diperuntukkan guna membentuk kredibilitas terlebih dahulu.
"Jadi tidak langsung kena pada tahun pertama dulu. Ini sudah lima tahun, sudah pergantian pengurusan, ini dimulai dengan disetujuinya oleh Bapak Presiden," ujarnya, dikutip dari Antara.
Senada dengan Basuki, Pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan Tapera menjadi solusi persoalan masyarakat nan tidak punya rumah. Tapera, lanjut dia, bakal menjadi solusi atas persoalan gap antara masyarakat nan tidak mempunyai kediaman tetap lantaran miliki pemasukan alias pendapatan nan terbatas.
"Sehingga bakal sedikit memaksa mereka ya dengan sistem iuran untuk memudahkan mereka mendapatkan rumah. Ya lantaran pada akhirnya juga iuran ini juga subsidi silang ya bentuknya," ujar Fithra dilansir dari Antara, Selasa, 28 Mei 2024.
Dari sisi positif, lanjutnya, patokan Tapera dinilai bisa menghasilkan pengaruh akibat dobel bagi ekonomi nan meliputi pembuatan lapangan kerja, penggunaan input produksi sehingga bermuara pada sumbangan pertumbuhan ekonomi juga. Meski begitu, dia juga sadar bahwa Tapera membawa sisi negatif dalam jangka pendek ialah naiknya biaya produksi bagi para pelaku usaha.
ANANDA RIDHO SULISTYA | AMELIA RAHIMA SARI | RIRI RAHAYU | EKA YUDHA SAPUTRA
Pilihan Editor: KSPSI Sebut Iuran Tapera Jadi Modus Bancakan nan Dilegalkan: Pemerintah Kejam