Asosiasi Fintech Ingin Pinjol Tidak Selalu Dianggap Negatif Kecuali Ilegal

Sedang Trending 3 minggu yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), Budi Gandasoebrata berambisi masyarakat tidak selalu mengasosiasikan jasa pinjaman online (pinjol) sebagai sesuatu nan negatif. Menurutnya, jasa pinjol alias peer to peer lending datang untuk memberikan jasa finansial nan lebih inklusif.

“Jadi mungkin salah satu nan kami coba sosialisasikan adalah pinjol itu sebenarnya, selama berizin dan diawasi otoritas nan relevan, bukan aktivitas illegal,” kata Budi di Gedung OJK, Jakarta Pusat, Senin, 4 November 2024.

Budi menegaskan saat ini ada banyak penyedia jasa pinjol nan sudah berizin dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untuk mengurangi label negatif terhadap pinjol, menurutnya julukan nan pas untuk jasa finansial nan bermasalah adalah pinjol terlarangan atau fintech ilegal.

Ia menambahkan, industri fintech maupun industri finansial secara konvensional merupakan sektor nan berbasis kepercayaan. Untuk itu, pihaknya berkomitmen untuk terus melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai literasi keuangan. “Ujung-ujungnya memang gimana kita meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk bisa menggunakan solusi finansial nan memang kebetulan saja media berbeda ialah media digital,” ujarnya.

Industri fintech saat ini sedang mengalami pertumbuhan. Sebelumnya, OJK mencatat outstanding P2P lending mencapai Rp74,48 triliun per September 2024. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman mengatakan jumlah itu naik 33,73 persen dibandingkan periode nan sama di tahun lampau ialah sebensar Rp55,70 triliun.

Iklan

Selain itu, Tingkat angsuran macet secara agregat alias TWP90 dalam kondisi terjaga di 2,38 persen. Agusman mengatakan rasio TWP90 turun dibandingkan tahun lampau nan angkanya 2,82 persen per September 2023.

Per Oktober 2024, OJK juga mencatat terdapat 14 dari 97 fintech P2P lending nan belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Dari 14 penyelenggara P2P  lending tersebut, lima di antaranya sedang dalam proses kajian penanganan modal disetor. “OJK terus melakukan langkah-langkah nan diperlukan untuk mendorong pemenuhan ekuitas minimum dimaksud baik berupa injeksi modal dari pemegang saham maupun dari strategic investor, termasuk pengembalian izin usaha,” kata Agusman dalam konvensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner OJK, Jumat, 1 November 2024 lalu.

Pilihan editor: Bahlil Pertimbangkan Tetap Berikan Subsidi BBM Untuk Kendaraan Umum

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis