TEMPO.CO, Jakarta - Penahanan peralatan untuk Sekolah Luar Biasa alias SLB oleh Bea Cukai pertama kali diungkapkan melalui akun X @ijalzaid alias Rizalz. Akun ini mengungkapkan, sebuah SLB-A Pembina Tingkat Nasional di Jakarta menerima perangkat pembelajaran taptilo dari perusahaan OHFA Tech, Korea Selatan pada 16 Desember 2022. Barang itu dibawa dan tiba di Indonesia dua hari kemudian, pada Ahad, 18 Desember 2022.
Saat peralatan tiba, pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) meminta beberapa dokumen, termasuk invoice atau bukti pembayaran. Pihak SLB menyanggupi untuk menyerahkan arsip tersebut. Namun, taptilo tersebut adalah rancangan alias prototipe tetap dalam tahap perkembangan dan tergolong peralatan hibah sehingga tidak ada nilai nan ditetapkan.
“Setelah itu, kami mendapat email tentang penetapan nilai peralatan sebesar US$ 22.846,52 alias Rp361.039.239 (kurs Rp 15.688) dan diminta melengkapi dokumen,” tulis Rizalz, pada 26 April 2024.
Pihak SLB menolak untuk bayar pajak ratusan juta rupiah. Sebab, perangkat bantu pendidikan untuk SLB tersebut adalah peralatan hibah. Selain dikenai pajak, peralatan tersebut juga ditahan DJBC di tempat penimbunan pabean.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengatakan keyboard braile hibah dari Korea Selatan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa (SLB) di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, sudah diserahkan pada hari ini, Senin, 29 April 2024. Keyboard itu sempat tertahan di Bea Sukai sejak 2022 lantaran tidak ada pemberitahuan peralatan hibah dan dianggap peralatan impor komersial.
"Kami tidak dikasih tahu sebelumnya, kami enggak ngerti bahwa peralatan itu hibah. Kalau hibah, tidak ada pengenaan bea masuk atau pajak 0,” ujar Askolani dalam konvensi pers di instansi DHL area Bandara Soekarno Hatta, Tangerang Kota, Jawa Barat pada Senin, 29 April 2024.
Taptilo
Iklan
Mengacu ejournal.ummuba.ac.id, anak tunanetra belum mendapatkan pendidikan nan layak. Sebab, tenaga pendidik alias pembimbing nan mumpuni dalam bagian pembelajaran anak tunanetra tetap sedikit. Kondisi ini menjadi halangan dalam metode pembelajaran braille bagi anak tunanetra. Hambatan ini sudah dapat diatasi dengan kehadiran taptilo nan dikembangkan start-up Korea, OHFA tech, inc.
Perusahaan tersebut menciptakan taptilo sebagai perangkat pandai dalam menerjemahkan pola braille. Taptilo merupakan perangkat terdiri dari perangkat translator berupa papan dilengkapi pola braille nan dapat disesuaikan indeks braille untuk diterjemahkan. Taptilo dilengkapi dengan aplikasi nan terhubung secara realita dengan perangkat penerjemah. Akibatnya, pengguna taptilo dapat menerjemahkan huruf alias kata. Penerjemahan ini dapat dilakukan menggunakan penyesuaian indeks braille pada perangkat alias melalui aplikasi taptilo.
Menurut perkins.org, taptilo sudah diperkenalkan di California State University, Northridge, San Diego pada 1-3 Maret 2017 silam. Taptilo mempunyai blok unik dengan ukuran jumbo enam pin dan secara otomatis menyegarkan titik-titik ukuran jumbo nan sempurna untuk jari-jari mempelajari keahlian braille. Taptilo juga mempunyai fitur nan dapat mengikuti kelas melalui sambungan Wi-Fi.
Taptilo untuk SLB telah mengalami pengembangan dan pembaruan berikut ini, yaitu:
- Memiliki kualitas bunyi nan lebih baik;
- Memiliki untuk meningkatkan volume suara;
- Menambahkan kegunaan untuk mengeja setiap huruf dan mendengarkan lagi pelafalan tersebut;
- Memperbaiki bug kecil dengan tampilan braille; serta
- Menambahkan kegunaan secara verbal mengumumkan tingkat baterai nan tersisa.
RACHEL FARAHDIBA R | MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Tertahan 1,4 Tahun Bea Cukai Serahkan Keyboard Braile Hibah dari Korea Selatan