TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mewajibkan adanya hilirisasi liquefied petroleum gas (LPG) alias gas elpiji. Hilirisasi alias industrialisasi tersebut krusial untuk dapat mengurangi nomor impor Indonesia terhadap gas elpiji.
“Kalau hilirisasi (gas elpiji) wajib,” kata Bahlil ketika di hadapan para wartawan selepas melakukan rapat dengan beberapa petinggi kementerian di kantornya, Senin, 04 November 2024.
Bahlil menyebut, ke depan pemerintah bakal membangun pabrik-pabrik untuk memproduksi LPG secara mandiri. Pembangunan pabrik-pabrik tersebut, kata Bahlil, merupakan wilayah kerja PT Pertamina. Hal ini menurutnya bakal segera dibahas dengan Pertamina untuk dapat melakukan percepatan industrialisasi gas elpiji. “Saya bakal ngomong sama Pertamina, ada bagian mana nan Pertamina kerjakan, dan ada bagian mana nan swasta kerjakan, agar kita melakukan percepatan (industrialisasi),” ucapnya.
Indonesia sendiri, menurut Bahlil, mempunyai stok persediaan bahan baku nan melimpah. Dirinya mencatat, ada sekitar 1,8 juta propana (C3) dan butana (C4) nan bakal digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi gas elpiji. Bahlil menyebut pemerintah mau mengurangi impor dengan konsentrasi menggunakan bahan baku nan ada di dalam negeri. “Kalau bahannya ada di dalam negeri, ya kita optimalkan semua di dalam negeri,” kata mantan Menteri Investasi dan Kepala BKPM tersebut.
Iklan
Bahlil juga mengatakan, Kementerian ESDM tetap terus mengkaji mengenai kesempatan konversi dari gas elpiji menuju dimethyl ether (DME) nan sebelumnya ditargetkan dapat tercapai di tahun 2035. Ia terus mendorong agar produksi DME semakin diperbanyak, apalagi jika memungkinkan juga ikut dihilirisasi. Meskipun menurutnya, hilirisasi DME tidak diwajibkan.
Pilihan editor: BPOM Sebut Anggur Shine Muscat Aman Dikonsumsi dengan Syarat Tertentu