Beda Pandangan Johanis Tanak dan Benny Mamoto soal OTT KPK

Sedang Trending 3 hari yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Calon Pimpinan KPK Johanis Tanak dan Calon Dewan Pengawas KPK Benny Mamoto berbeda perspektif mengenai upaya Operasi Tangkap Tangan (OTT) untuk memberantas korupsi.

Perbedaan pandangan itu terungkap ketika mereka menjalani fit and proper test capim dan cadewas KPK berbareng Komisi III di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/11) dan Rabu (20/11) lalu.

Tanak mengaku bakal menghapus OTT jika menjadi ketua KPK. Sebab, konsep OTT tidak sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seandainya bisa jadi, minta izin, jadi ketua, saya bakal tutup, close. Karena itu tidak sesuai pengertian nan dimaksud dalam KUHAP," kata Tanak.

Tanak beranggapan terminologi arti OTT keliru jika merujuk kepada KBBI. Menurutnya, operasi adalah serangkaian aktivitas nan telah dipersiapkan layaknya dilakukan seorang dokter.

Sementara menurut KUHAP, tertangkap tangan menghendaki penangkapan nan dilakukan seketika dan tanpa perencanaan.

"Nah jika ada suatu perencanaan operasi itu, terencana, satu dikatakan suatu peristiwa itu ditangkap, ini suatu tumpang tindih. Itu tidak tepat. Ya menurut irit saya OTT itu tidak tepat," jelas dia.

Sementara itu, Benny mengaku mau membikin payung norma unik untuk OTT nan selama ini dilakukan KPK.

Benny menjelaskan OTT mempunyai kemiripan dengan teknik investigasi kasus narkotika. Metode investigasi itu diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

"Maka dalam perihal OTT KPK menurut kami juga perlu satu patokan nan dibuat alias payung norma sehingga kelak tidak dipermasalahkan," kata Benny.

Menurut Benny, UU Narkotika telah mengatur teknik investigasi unik nan tidak diatur dalam tindak pidana lain.

Semisal, kata dia, dalam investigasi kasus narkotika ada teknik undercover buying alias pembelian terselubung. Dalam teknik itu abdi negara bisa menyamar sebagai pembeli untuk menangkap target.

Lalu, Benny menjelaskan UU Narkotika turut mengatur teknik penyerahan di bawah pengawasan. Ia menyebut melalui teknik itu abdi negara bisa memantau sasaran terlebih dulu sebelum melakukan penangkapan.

"Jadi ketika ada kurir narkoba masuk di bandara, ketahuan didiamkan tapi dibuntuti terus sampai dia menyerahkan peralatan itu baru ditangkap. Tujuannya adalah, agar ketahuan siapa penerimanya," katanya.

Oleh lantaran itu, menurut Benny, ada kemiripan antara teknik penyerahan di bawah pengawasan dengan OTT. Sebab dalam OTT, penangkapan baru dilakukan saat ada transaksi alias penyerahan uang.

"Nah kami memandang dalam perihal ini OTT KPK, mirip-mirip dengan teknik investigasi penyerahan di bawah pengawasan. Karena ketika penyadapan dilakukan kemudian terjadi rencana transaksi, dibiarkan, ketika ada penyerahan barang, penyerahan uang, baru dia ditangkap," kata Benny.

(mab/isn)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional