TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal Otoritas Jasa Keuangan alias Satgas Pasti OJK menghentikan 915 entitas finansial terlarangan pada periode 1 Januari sampai dengan 31 Mei 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengatakan total entitas finansial terlarangan nan sukses diberantas tersebut terdiri dari 19 investasi bodong dan 896 pinjaman online (pinjol) ilegal.
"Pengaduan entitas terlarangan nan diterima sebanyak 7.560, meliputi pengaduan pinjol terlarangan sebanyak 7.194 pengaduan, dan pengaduan investasi terlarangan sebanyak 366 pengaduan," kata Friderica dalam konvensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulanan Mei 2024 di Jakarta, Senin, 10 Juni 2024.
Dari sisi jasa konsumen, sampai dengan 31 Mei 2024, OJK telah menerima 158.483 permintaan jasa melalui Aplikasi Portal Pelindungan Konsumen (APPK), termasuk 11.701 pengaduan.
Dari pengaduan tersebut, sebanyak 4.193 berasal dari sektor perbankan, 4.275 berasal dari industri financial technology, 2.529 berasal dari industri perusahaan pembiayaan, 547 berasal dari industri perusahaan asuransi serta sisanya merupakan jasa sektor pasar modal dan industri finansial non-bank (IKNB) lainnya. Pada periode itu, OJK menyelesaikan 77,83 persen pengaduan nan diterima.
Sementara itu, dalam rangka penegakan norma ketentuan pelindungan konsumen, OJK sampai Mei 2024 telah memberikan hukuman berupa surat peringatan tertulis kepada 39 pelaku upaya jasa finansial (PUJK), tiga surat perintah kepada tiga PUJK, dan 24 hukuman denda kepada 24 PUJK.
Selain itu, terdapat 67 PUJK melakukan penggantian kerugian atas 206 pengaduan dengan total penggantian sebesar Rp68.461.264.185.
Korban penipuan berilmu tinggi
Friderica Widyasari Dewi juga mengatakan bahwa tidak jarang masyarakat berilmu tinggi ikut menjadi korban penipuan nan mengenai dengan aktivitas finansial ilegal.
Iklan
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) oleh OJK di tahun 2022, kata Friderica, menunjukkan bahwa literasi finansial masyarakat itu berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Meski begitu, masyarakat dengan pendidikan tinggi juga tak jarang jadi korban penipuan.
“Misalnya mereka menabung alias mendepositkan duit mereka tidak secara resmi alias dititipkan kepada orang nan mereka percaya seperti sales, agen, alias perwakilan. Misalnya nasabah-nasabah prioritas saking sangat percaya, mereka kadang-kadang mau menandatangani blanko kosong dan lain-lain,” kata Friderica.
Ia mengatakan, literasi finansial kudu terus diupayakan sehingga pemahaman masyarakat bisa meningkat. Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) juga melaksanakan program-program edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap beragam penawaran investasi ilegal, baik melalui seminar, workshop, iklan layan masyarakat, dan lain sebagainya.
Menurut Friderica, terdapat beberapa aspek kenapa seseorang menjadi korban atas aktivitas finansial terlarangan salah satunya aspek psikologis pada pribadi orang tersebut nan mudah percaya ketika mendapat penawaran imbal hasil alias untung dalam jumlah besar secara cepat.
Akses terhadap produk finansial formal, seperti perbankan, juga kemungkinan membikin masyarakat beranjak ke investasi ilegal. Di samping itu, lanjut Friderica, perkembangan teknologi pada saat ini memudahkan penyebaran beragam info termasuk hoaks sekalipun.
Kemudian, menurut penjelasan wanita nan berkawan disapa Kiki itu, modus operandi penipuan mengenai finansial terlarangan juga semakin lama semakin canggih meskipun sektor jasa finansial terus melakukan inovasi.
Oleh karena itu, OJK membujuk beragam pemangku kepentingan untuk melakukan edukasi kepada masyarakat luas mengenai ancaman investasi terlarangan serta ancaman andaikan konsumen tidak berhati-hati.