Biaya UKT Bebankan Mahasiswa, Apa Solusinya?

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Polemik kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beragam perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia sekarang tengah menjadi sorotan.

Bahkan, mahasiswa di sejumlah kampus di Indonesia pun turun melakukan unjuk rasa memprotes kenaikan UKT yang mereka nilai tak masuk logika tersebut.

Melejitnya biaya UKT di beragam perguruan tinggi negeri tak terlepas dari status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH). Dengan status PTN-BH, kampus mempunyai punya terhadap pengelolaan sumber daya, termasuk penentuan biaya pendidikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya soal biaya pendidikan, PTN-BH juga punya keleluasaan dalam pola pelaporan keuangan. Mereka juga punya ruang untuk menentukan program studi yang dibuka di kampus masing-masing.

Hal itu dilegalisasi Mendikbudristek Nadiem Makarim lewat Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Permendikbud itu pun disebut-sebut menjadi pemicu kenaikan bombastis UKT PTN-BH di Indonesia.

Dalam patokan itu, hanya golongan UKT 1 sebesar Rp500 ribu dan UKT 2 sebesar Rp1 juta menjadi standar minimal nan kudu dimiliki PTN. Selebihnya, besaran UKT ditentukan masing-masing perguruan tinggi.

Akar masalah adalah patokan PTN-BH

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji beranggapan akar masalah dari persoalan UKT itu sebetulnya adalah pertimbangan nan lebih dalam terkait aturan PTN-BH.

Menurut Ubaid, tak bisa dipungkiri bahwa 'roh' dari PTN-BH adalah privatisasi dan komersialisasi kampus. Hal itu, katanya, dilakukan agar kampus bisa memperoleh duit untuk biaya operasional. Dia pun membandingkan PTN-BH dengan tata kelola PTN di masa lampau.

"Dulu tuh kampus enggak boleh punya usaha, keuntungan dan seterusnya lantaran dibiayai oleh negara, nah sekarang sistem itu mau diubah, mau didorong menjadi PTN-BH, nah ketika PTN-BH itu kampus diizinkan dan disahkan untuk berbisnis, apalagi wajib, lantaran jika enggak berbisnis dia punya biaya untuk biayai kampus," tutur Ubaid saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (21/5).

Ubaid juga menyebut hingga saat belum ada kebenaran alias bukti nan menunjukkan aturan PTN-BH ini membuahkan hasil nan baik.

Padahal, kebijakan tersebut sudah berjalan sejak terbitnya UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi lebih dari satu dasawarsa lalu.

Atas dasar ini, Ubaid beranggapan sebaiknya kebijakan PTN-BH dihapuskan. Sebab, lebih banyak akibat jelek nan justru dirasakan oleh mahasiswa.

"Enggak perlu ada PTN-BH, kembali lagi seperti dulu perguruan tinggi negeri saja, lantaran PTN-BH ini sejak 2012 sekarang sudah 2024, sudah 10 tahun lebih ini sudah bisa keliatan apa dampaknya," ujarnya.

"Dampak baiknya saya kok tidak memandang ada akibat baiknya, nan kelihatan, nan dirasakan mahasiswa justru akibat jelek dan penyempitan terhadap akses pendidikan," imbuh Ubaid.

Apalagi, kata Ubaid, lewat kebijakan PTN-BH ini, kampus tak lagi berfokus pada tujuan untuk turut serta mencerdaskan kehidupan berbangsa. Pasalnya, nan menjadi konsentrasi utama kampus adalah gimana mencari duit demi memenuhi seluruh kebutuhan operasional.

"Jadi nan dipikirkan adalah duit-duit-duit, 'karena kita enggak punya duit-duit-duit, maka kudu berbisnis dengan mahasiswa', melalui skema UKT nan jelas untung," ucap dia.

Bantuan operasional untuk PTN

Terpisah, Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sekaligus pengamat pendidikan Cecep Darmawan menilai kenaikan UKT hingga dituding tak logis itu tak bisa dilepaskan dari rendahnya support operasional untuk perguruan tinggi, termasuk PTN-BH.

Lantaran support operasional terbatas, kata dia, maka PTN-BH diberikan keleluasaan untuk bisa mencari tambahan dana. Ini bisa dilakukan lewat beragam cara, mulai dari kerja sama riset, inovasi, kewenangan paten dan sebagainya.

"Tapi kan enggak semua PTN-BH bisa sepenuhnya begitu dan bisa dihitunglah nan bisa begitu dan belum survive betul, sehingga untuk menutupi operasional, ya UKT akhirnya," ucap dia.

Cecep beranggapan sebenarnya tak ada nan salah dengan izin PTN-BH. Sebab, mahalnya biaya UKT bukan dikarenakan status sebuah kampus sebagai PTN-BH.

"Jadi sebenarnya bukan semata-mata PTN-BH di sini, jadi jangan sampai menuduh (karena) PTN-BH jdi mahal, mahalnya bukan lantaran alih status, bukan, mahalnya itu lantaran support pemerintah sangat kecil," ujarnya.

Baca laman selanjutnya


Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional