TEMPO.CO, Jakarta - Pekerja nan menjadi peserta program tabungan perumahan rakyat (Tapera) wajib bayar iuran simpanan sebesar 3 persen dari gaji, upah, alias penghasilan per bulan. Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.
Pasal 15 ayat (2) menyebut iuran simpanan Tapera bagi pekerja ditanggung berbareng oleh pengusaha sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen melalui pemotongan penghasilan alias upah. Sementara pekerja berdikari (freelancer) menanggungnya sendiri.
“Pemberi kerja wajib menyetorkan simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap bulan, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dari bulan simpanan nan berkepentingan ke rekening biaya Tapera,” tulis Pasal 20 ayat (2) PP nan ditandatangani Presiden Joko Widodo alias Jokowi tersebut. Lantas, Bisakah Iuran Tapera Dicairkan?
Berdasarkan Pasal 24 ayat (1), peserta nan berhujung kepesertaannya berkuasa mendapatkan simpanan dan hasil pemupukan Tapera. Simpanan dan hasil pemupukannya tersebut wajib dicairkan paling lama tiga bulan setelah kepesertaan dinyatakan berakhir.
Adapun kepesertaan Tapera dapat berhujung lantaran argumen telah pensiun bagi pekerja, mencapai usia 58 tahun bagi pekerja mandiri, peserta meninggal, alias tidak memenuhi lagi kriteria sebagai peserta selama lima tahun berturut-turut.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, syarat, dan pembayaran pengembalian simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Badan Pengelola (BP) Tapera,” bunyi Pasal 24 ayat (5) PP tersebut.
Pekerja nan bisa menjadi peserta Tapera kudu berumur minimal 20 tahun alias sudah menikah ketika mendaftar. Peserta juga kudu mempunyai penghasilan paling rendah sebesar bayaran minimum. Namun, ketentuan bayaran minimum itu dapat dikecualikan bagi freelancer.
“Pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a meliputi: calon pegawai negeri sipil (CPNS); aparatur sipil negara (ASN), termasuk pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK); prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), personil Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri); pejabat negara; pekerja/buruh di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), serta badan upaya milik swasta; dan pekerja lain nan menerima penghasilan alias upah,” tulis Pasal 7 PP tersebut.
Iklan
Skema Pembiayaan Perumahan Tapera
Selain dicairkan, simpanan Tapera juga dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sebelum mengusulkan program pembiayaan itu, pengusaha kudu melakukan pengkinian info peserta melalui portal sitara.tapera.go.id nan mencakup info kepegawaian, penghasilan, dan tunjangan.
Pembiayaan perumahan Tapera hanya bertindak bagi pekerja dengan kepesertaan minimal selama 12 bulan (kecuali PNS eks peserta tabungan perumahan alias Taperum), berpenghasilan bersih maksimal Rp 8 juta per bulan, dan belum pernah mempunyai rumah.
Khusus peserta Tapera nan merupakan suami dan istri, masing-masing mempunyai kewenangan nan sama, tetapi tidak dapat mengusulkan pembiayaan perumahan secara bersamaan. Tak hanya itu, pasangan suami-istri tidak dapat memilih jenis pembiayaan nan sama, misalnya suami mengusulkan skema angsuran pemilikan rumah (KPR) alias angsuran pembangunan rumah (KBR), maka istri hanya bisa mengusulkan angsuran pembaharuan rumah (KRR).
BP Tapera sendiri menyediakan tiga skema pembiayaan perumahan, ialah KPR, KBR, dan KRR. Plafon angsuran KPR diberikan sesuai batas angsuran berasas golongan zonasi dan penghasilan, dengan tenor maksimal 30 tahun. Sementara tenor KBR maksimal 15 tahun dan paling lama lima tahun untuk KRR.
Pilihan editor: Serikat Pekerja Tekstil Tolak Potong Gaji untuk Tapera: Akal-akalan Pemerintah
MELYNDA DWI PUSPITA