TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat alias BP Tapera angkat bicara soal kekhawatiran masyarakat bahwa biaya Tapera bakal digunakan untuk membiayai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana Tapera Sugiyarto memastikan tidak ada peruntukan untuk pembiayaan proyek tersebut.
“Tidak ada hubungannya sama sekali antara biaya peserta dengan pembangunan IKN,” kata Sugiyarto dalam obrolan nan digelar virtual pada Selasa, 11 Juni 2024. “Dari persepsi kami, duit nan berasal dari peserta murni digunakan untuk peserta.”
Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut biaya Tapera berpotensi digunakan untuk membiayai proyek IKN. Pasalnya, biaya publik dari Tapera menjadi salah satu biaya nan paling mudah untuk membiayai proyek anggaran pendapatan dan shopping negara (APBN).
“Kalau asumsinya IKN tetap bakal dibiayai APBN dalam jangka panjang,” ungkap Bhima, Rabu, 5 Juni 2024.
Mekanisme pembiayaan ini, dia menjelaskan, dilakukan dengan menempatkan biaya publik surat utang pemerintah. Setelah itu, barulah pemerintah bisa menggunakan biaya publik itu untuk membiayai beragam proyek APBN. “Salah satunya, IKN.”
Polemik Tapera muncul setelah Presiden Jokowi meneken PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera. Beleid nan merupakan revisi PP Nomor 25 Tahun 2020 itu mengatur tentang tanggungjawab pemotongan penghasilan pekerja swasta ataupun pekerja berdikari sebesar 3 persen.
Kebijakan Tapera kemudian menuai penolakan dari beragam kalangan, salah satunya pekerja di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) nan tergabung dalam Serikat Buruh Industri Pertambangan alias SBIPE IMIP. Ketua SBIPE IMIP Henry Foord Jebss mengaku tidak percaya iuran nan masuk untuk Tapera bisa kembali ke kantong para pekerja.
Ia berkaca pada sejumlah kasus sulitnya klaim faedah iuran BPJS Ketenagakerjaan nan terjadi selama ini. Henry pun menduga wacana pemotongan penghasilan pekerja swasta untuk Tapera hanya menjadi kedok pemerintah untuk mengumpulkan biaya masyarakat. “Kami menduga ini langkah pemerintah untuk menutup defisit APBN (anggaran pendapatan dan shopping negara)” tutur Henry melalui sambungan telepon kepada Tempo, Selasa malam, 28 Mei 2024. “Ini tidak ada manfaatnya untuk buruh.”
Pilihan Editor: Terkini Bisnis: Perbedaan Tapera di Beberapa Negara, Profil CEO Tanihub Pamitra Wineka nan Diangkat Jadi Komisaris Independen MIND ID