INFO BISNIS - Dalam upaya memperluas inklusi finansial dan memperkuat sharing economy, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) secara berjenjang mengurangi jumlah instansi cabangnya dan mengalihkan jasa perbankan ke AgenBRILink, nan tersebar luas di masyarakat hingga pelosok Indonesia. Langkah ini tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga menjawab kebutuhan masyarakat bakal akses finansial nan lebih mudah dan dekat, terutama di wilayah-wilayah terpencil.
Sejak tahun 2020, BRI telah menutup sejumlah instansi cabangnya. Data mencatat bahwa jumlah instansi BRI nan semula 9.030 pada tahun 2020 sekarang turun menjadi 7.594 pada September 2024. Direktur Utama BRI, Sunarso, menjelaskan bahwa pengurangan ini adalah bagian dari strategi transformasi perusahaan, nan disebut BRIvolution 2.0, dengan visi menjadikan BRI sebagai “The Most Valuable Banking Group in Southeast Asia and Champion of Financial Inclusion.” Menurut Sunarso, inklusi finansial menjadi kunci utama dalam fase transformasi ini.
“Maka kemudian, kita mengurangi jumlah instansi sebenarnya dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat nan kita kemas dalam rangka financial inclusion. Maka kemudian AgenBRILink dimaksudkan untuk memastikan terjadinya sharing ekonomi, pertumbuhan ekonomi nan secara inklusif melibatkan partisipasi masyarakat sebanyak-banyaknya,” ujar Sunarso saat tampil dalam aktivitas Money Talks Power Lunch di CNBC Indonesia pada 5 November 2024.
BRI memutuskan untuk mengalihkan jasa perbankannya melalui AgenBRILink nan ditempatkan di beragam warung dan toko kelontong. Sunarso mengungkapkan bahwa langkah ini didasarkan pada hasil riset nan menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia tetap lebih nyaman dengan kehadiran bentuk pemasok perbankan nan dekat dengan tempat tinggal mereka. “Bahkan, jangankan digital, ke bank saja tetap enggan, tetap lebih senang lewat warung-warung nan sifatnya dekat dengan rumah. Tapi intinya adalah tetap butuh physical presence dan personal touch,” katanya.
Transformasi ini telah memungkinkan BRI untuk meningkatkan jangkauan jasa ke wilayah-wilayah nan belum terlayani oleh perbankan formal. Sejak 2015, jumlah AgenBRILink berkembang pesat, dari sekitar 75 ribu pemasok menjadi lebih dari 1 juta pada 2024. Sunarso menjelaskan bahwa AgenBRILink bukan sekadar perpanjangan jasa BRI, tetapi juga pendorong ekonomi lokal, di mana agen-agen ini datang dalam corak warung alias toko kelontong nan menyediakan jasa perbankan layaknya instansi bagian BRI.
"Tujuannya adalah agar menjangkau masyarakat lebih luas, lebih dalam, dan lebih murah dengan tujuan meningkatkan inklusi finansial tadi di wilayah-wilayah terutama nan tidak terjangkau oleh jasa bank secara formal," ujar Sunarso.
Dari sisi bisnis, AgenBRILink juga menghasilkan untung nan signifikan. Pada tahun lalu, BRI memperoleh pendapatan fee sebesar Rp1,5 triliun dari transaksi nan dilakukan melalui AgenBRILink. Para pemasok sendiri apalagi menerima bagian fee yang lebih besar daripada BRI, dengan total sekitar Rp2,5 hingga Rp3 triliun, nan memperlihatkan bahwa jasa ini memberikan faedah ekonomi nan langsung kepada pemasok di seluruh Indonesia.
“Ternyata, transaksi lewat warung-warung itu volumenya sangat besar,” tambah Sunarso. Volume transaksi nan dilakukan di AgenBRILink mencatat nomor nan tinggi, dengan nilai transaksi mencapai Rp1.427 triliun pada 2023. Hingga September 2024, volume transaksi AgenBRILink telah mencapai Rp1.170 triliun, menunjukkan kebutuhan masyarakat nan tetap tinggi bakal jasa fisik.(*)