Menurut dia, setiap masukan itu baik untuk mempersiapkan penyempurnaan dan penyehatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Saya rasa bukan enggak setuju, tentu ada banyak pendapat ya, kami menghargai setiap pendapat, baik itu dari masyarakat dan sebagainya,” kata Dony saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 24 September 2025.
Ia menjelaskan bahwa di dalam peta jalan BUMN ke depan, pemerintah tidak mau lagi ada banyak perusahaan pelat merah di dalam satu industri. Penggabungan upaya alias merger ini tidak hanya bakal dilakukan di industri penerbangan saja.
“Nanti tidak hanya di airlines, tapi kan juga kelak karya bakal di-merger juga, insurance company juga begitu, kan kita banyak punya perusahaan nan sejenis, tapi skalanya tidak besar-besar,” kata dia
Ia mengatakan nantinya maskapai-maskapai pelat merah bakal menjadi satu. Sama halnya dengan industri minyak dan gas nan bakal menjadi satu di bawah naungan PT Pertamina (Persero).
“Nanti industri airlines tentu kudu menjadi satu industri airlines. Pertamina kelak menjadi oil and gas company. Jadi, sebenarnya kan roadmap nan dibangun itu demikian, tetapi di dalam perjalanannya, tentu ada pro and contra,” ujar Dony.
Sebelumnya, personil Komisi VI DPR Mufti Anam mengkritik rencana penggabungan upaya Garuda Indonesia dan Pelita Air. Ia mengatakan Pelita Air menjadi maskapai pilihannya setelah kecewa dengan Garuda.
“Soal Pelita Air nan mau digabungkan dengan Garuda, saya sangat tidak setuju. Ketika terdesak, ketika saya sudah tidak percaya lagi ke Garuda, kemarin saya naik Pelita Air, tepat waktu juga ternyata, luar biasa, bersih, pelayanan oke, makanan oke,” ujarnya dalam rapat berbareng Garuda di Senayan, Senin, 22 September 2025.
Ia tidak mau manajemen Pelita Air menjadi rusak lantaran digabungkan dengan Garuda Indonesia nan dinilai amburadul. “Saya tidak mau Garuda untuk kemudian membajak Pelita Air nan sudah bagus, jadi maskapai kebanggaan kita, kemudian akhirnya rusak, gara-gara kena virus budaya kerja di Garuda Indonesia nan amburadul,” ujar Mufti.
Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi Danantara Rosan Roeslani sebelumnya mengatakan Danantara tetap mengkaji rencana meger antara maskapai Garuda Indonesia dan Pelita Air. “Intinya kan untuk agar lebih efisien, lebih meningkatkan produktivitas, dan juga mengoptimalkan aset-aset nan ada, baik dari segi jam terbangnya dan part pesawat dan lain-lain. Lagi dievaluasi semua,” kata Rosan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 16 September 2025.
Menteri BUMN ketika itu, Erick Thohir, mengatakan kementerian bakal mengikuti kebijakan dari Danantara ihwal merger Garuda dan Pelita Air. Ia mengatakan peran Kementerian BUMN hanya memberi persetujuan di akhir proses.
Menurut Erick, proses kajian dan benchmarking rencana merger tersebut bakal dilakukan oleh Danantara. “Kalau kami kan hanya approval ujungnya saja. Proses kajian itu ada di Danantara. Kami prinsipnya mendukung apa nan bakal dilakukan Danantara,” kata Erick Thohir seusai rapat berbareng Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 15 September 2025.
Pelita Air merupakan anak upaya dari PT Pertamina (Persero). Rencana merger Pelita Air dengan Garuda Indonesia sebelumnya diungkapkan oleh Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius. Ia menyatakan merger ini bagian dari langkah Pertamina konsentrasi mengembangkan bisnisnya dalam sektor minyak, gas, dan daya terbarukan.
“Kami selanjutnya bakal konsentrasi pada core upaya Pertamina. Beberapa upaya bakal kami spin off dan mungkin di bawah koordinasi dari Danantara,” kata Simon saat Rapat Dengar Pendapat berbareng Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 11 September 2025.
Adapun Garuda Indonesia membenarkan telah menjajaki merger dengan Pelita Air. Manajemen Garuda Indonesia menganggap merger dua maskapai itu bakal mengoptimalkan beragam kesempatan upaya dan memperkuat ekosistem industri transportasi udara.