TEMPO.CO, Jakarta -Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Muhammad Sirod mengatakan, pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto bakal menanggung beban anggaran nan besar sehingga susah untuk bayar utang pemerintahan sebelumnya.
Ia menyebut, pemerintahan Joko Widodo namalain Jokowi telah menorehkan prestasi nan signifikan di bagian pembangunan infrastruktur. Namun, menurut dia, perihal ini juga memberikan akibat anggaran nan berat bagi pemerintahan Prabowo. “Pak Prabowo kudu pinter-pinter kelola keuangan, jika mau utang juga kudu pikir-pikir,” ujarnya saat ditemui Tempo usai aktivitas Dialog Industri PSR dan Petani Plasma Katalisator Sawit Indonesia Emas 2045, Rabu, 16 Oktober 2024 di Hotel Oria, Jakarta.
Selain itu, kata Sirod, langkah krusial nan kudu dilakukan pemerintahan Prabowo adalah menuntaskan persoalan kebocoran penerimaan negara. Sirod menyebut, meski bakal menunda pembentukan Kementerian Penerimaan Negara, Prabowo tetap berkomitmen menuntaskan rumor kebocoran penerimaan negara ini. Oleh lantaran itu, Prabowo, kata Sirod, bakal memaksimalkan keahlian Kementerian Keuangan dengan menambah jumlah Wakil Menteri menjadi 3 orang.
Ia membeberkan, komposisi Kementerian Keuangan di kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran bakal dikepalai oleh Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, dengan Thomas Djiwandono, Suahasil Nagara, dan Anggito Abimanyu sebagai Wakil Menteri.
Lebih lanjut, Sirod menyebut, pemerintahan Prabowo juga bakal berfokus pada pembenahan kebijakan dan tata kelola industri agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan sasaran 8 persen. "Jadi strateginya bener, orang nan ditempatin juga bener," kata dia.
Adapun Presiden Jokowi bakal meninggalkan warisan utang hingga lebih dari Rp 8.000 triliun untuk presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto. Jumlah itu setara dengan 39,13 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Dalam kitab APBN KiTa jenis Agustus 2024, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan jumlah utang pemerintah mencapai Rp 8.502,69 triliun per 31 Juli 2024. Utang itu mencakup surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 7.462,25 triliun alias sekitar 87,76 persen dan pinjaman sebesar Rp 1.040,44 triliun alias 12,24 persen.
Iklan
Kemenkeu menyebut rasio utang pemerintah tetap dalam periode pemisah lantaran di bawah 60 persen dari PDB. Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Apabila dirinci, maka komponen SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) Domestik sebesar Rp 5.993,44 triliun dan SBN Syariah sebesar Rp 1.196,23 triliun. Kemudian, SUN Valas di nomor Rp 1.468,81 triliun dan SBN Syariah sebesar Rp 395,54 triliun.
Sementara itu, pinjaman pemerintah terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 39,95 triliun dan pinjaman luar negeri mencapai Rp 1.000,49 triliun. Pinjaman luar negeri tetap dipecah lagi menjadi pinjaman dari perjanjian bilateral sebesar Rp 269,32 triliun, multilateral sekitar Rp 602,46 triliun, dan bank komersial sebesar Rp 128,71 triliun.
Warisan utang Jokowi ke Prabowo tersebut jauh lebih besar dibandingkan beban finansial nan ditinggalkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Jokowi. Pada 2014, utang pemerintah diketahui sebesar 2.608,78 triliun alias setara 24,7 persen PDB.
Melynda Dwi Puspita berkontribusi dalam tulisan ini.
Pilihan editor: PHK Berlanjut, Tunjangan Karyawan PT Indofarma Tak Kunjung Dibayar