TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menegaskan transaksi short selling dalam perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) haram. Aturan ini sesuai Fatwa DSN-MUI Nomor 80 Tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek. Pada fatwa tersebut, short selling termasuk dalam praktik bai' al-ma'dum yang tidak diperbolehkan.
Menurut laman BEI idx.co.id, dalam fatwa tersebut, tindakan bai' al-ma'dum adalah langkah dalam penjualan saham nan belum dimiliki dengan nilai tinggi dan mempunyai angan bakal membeli kembali saat nilai turun. Bai' al-ma'dum adalah jual beli nan mempunyai objek (mabi’) tidak ada ketika akad. Tindakan ini juga berfaedah bahwa transaksi jual beli atas peralatan (efek), tetapi penjual tidak mempunyai peralatan nan dijualnya.
Berdasarkan e-journal.uajy.ac.id, short selling dilakukan ketika perusahaan sekuritas meminjamkan saham miliknya alias penanammodal lain untuk penanammodal nan bakal bertransaksi. Namun, nantinya penanammodal kudu mengembalikan saham itu ke pemilik sesuai perjanjian. Jika saham tidak dikembalikan, penanammodal bakal mendapatkan denda alias agunan disita.
Mekanisme Short Selling
Mekanisme short selling diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 6 Tahun 2024 tentang Pembiayaan Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek Bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling oleh Perusahaan Efek. Menurut Pasal 32 patokan ini, sebelum menyetujui untuk membiayai short selling, perusahaan pengaruh wajib melakukan beberapa hal, yaitu:
1. Memastikan tersedia sejumlah biaya alias pengaruh di rekening pengaruh pembiayaan short selling sebagai agunan awal.
2. Mempertimbangkan kesiapan pengaruh ketika penyelesaian short selling minimal:
- memiliki pengaruh lain sehingga dapat dikonversi alias ditukar menjadi pengaruh nan digunakan untuk penyelesaian transaksi
- melaksanakan kewenangan atas opsi memperoleh pengaruh untuk penyelesaian transaksi.
3. Memastikan pengguna menandatangani perjanjian pinjam-meminjam pengaruh dengan perusahaan.
Iklan
4. Memastikan pengguna memahami kewenangan dan tanggungjawab tentang short selling.
Saat melakukan short selling, pengguna kudu mempunyai nilai agunan awal dalam transaksi pertama menggunakan rekening pengaruh pembiayaan paling sedikit 50 persen dari nilai transaksi alias Rp50 juta. Sementara itu, nilai agunan pembiayaan transaksi short selling nan wajib dipelihara pengguna minimal 135 persen dari nilai pasar wajar pengaruh pada posisi short.
Dilansir ojk.go.id, dalam Pasal 37 POJK Nomor 6 Tahun 2024, jika nilai agunan pembiayaan menurun alias nilai pasar wajar pengaruh posisi short meningkat sehingga agunan pembiayaan kurang dari 135 persen, maka perusahaan pengaruh wajib melakukan permintaan pemenuhan agunan kepada nasabah. Selain itu, jika nilai agunan pembiayaan kurang dari 120 persen dari nilai pasar wajar pengaruh posisi short, perusahaan wajib membeli pengaruh posisi short yang dibuktikan dengan melakukan penawaran beli.
Transaksi short selling nan diharamkan DSN-MUI mempunyai batas sesuai POJK Nomor 6 Tahun 2024 dengan ketentuan sebagai berikut, yaitu:
- Harga penawaran jual dalam sistem perdagangan bursa pengaruh kudu sama alias di atas nilai terakhir bursa efek
- Perusahaan pengaruh wajib memberi tanda short selling saat melaksanakan order jual dalam sistem perdagangan bursa efek.
Pilihan Editor: Dewan Syariah Nasional MUI Mengharamkan Short Selling, Apakah Itu?