Dua Eks Napi Korupsi di Pucuk Kepengurusan Golkar

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Dua mantan narapidana korupsi dipercaya menduduki pucuk kepengurusan Partai Golkar.

Mereka adalah Idrus Marham nan ditunjuk sebagai Wakil Ketua Umum Golkar periode 2024-2029 bagian Fungsi Kebijakan Publik 2, dan Fahd A Rafiq sebagai Ketua DPP Golkar Bidang Hubungan Ormas.

Idrus adalah mantan napi korupsi proyek PLTU Riau-1. Sementara Fahd A Rafiq mantan napi korupsi Alquran 2011-2012.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang berikut Pak Idrus Marham Wakil Ketua Umum kegunaan kebijakan publik 2," kata Ketua Umum Bahlil Lahadalia saat pengumuman jejeran komplit DPP Golkar periode 2024-2029 di Kantor DPP Golkar, Kamis (7/11).

Idrus sempat terjerat kasus korupsi proyek PLTU Riau-1 pada Agustus 2018.

Idrus Marham dijerat dengan Pasal 12 huruf a alias Pasal 12 huruf b alias Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP alias Pasal 56 ke-2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, Idrus Marham mulai menjalani sidang dakwaan. Idrus Marham didakwa menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo. Duit itu disebut jaksa diterima Idrus untuk bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih membantu Kotjo mendapatkan proyek di PLN.

Idrus Marham divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan. Idrus bersalah menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.

Namun balasan Idrus diperberat menjadi 5 tahun oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nan menerima banding KPK.

Idrus mengusulkan kasasi dan dikabulkan oleh MA. Hukumannya berkurang menjadi 2 tahun penjara.

Pada 11 September 2020 Idrus resmi bebas dari penjara.

Kasus Fahd A Rafiq

Fahd El Fouz namalain Fahd A Rafiq dua kali merasakan hidup di kembali jeruji.

Ia dijatuhi balasan dua tahun enam bulan penjara ditambah denda Rp 50 juta nan dapat diganti kurungan selama dua bulan dalam kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID).

Fahd dianggap terbukti bersama-sama menyuap personil Dewan Perwakilan Rakyat, Wa Ode Nurhayati, dalam mengupayakan tiga kabupaten di Aceh sebagai wilayah penerima Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerahtahun 2011.

Saat itu, Fahd tetap menjadi Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga Ormas Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR). Ia mulai ditahan sejak 27 Juli 2012. Tindak pidana tersebut mulai terjadi pada 2010. Usai menjalani balasan Fahd bebas pada 8 September 2014.

Baru tiga tahun menghirup udara bebas, Fahd kembali tersangkut kasus korupsi.

Ia dihukum 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan kasus penggandaan Alquran 2011-2012 dan pengadaan laboratorium komputer MTs Kementerian Agama.

Majelis pengadil menyatakan Fahd terbukti menerima suap Rp 3,411 miliar.

Fahd terbukti melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah menjadi UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP dan Pasal 65 KUHP.

Ia ditahan pada tahun 2017.

(mab/isn)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional