Dua Poin RUU Pilkada yang Menyulut Amarah Demo di Berbagai Daerah

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Dua pasal pada revisi Undang-undang (RUU) Pilkada menyulut emosi masyarakat sipil dari beragam komponen hingga mereka melakukan demonstrasi di beragam daerah.

Dua pasal itu ialah Pasal 7 tentang syarat usia minimum calon kepala wilayah dan Pasal 40 tentang periode pemisah pencalonan kepala daerah.

Pasal ini direvisi sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengetok palu untuk dua gugatan mengenai Pilkada 2024, ialah gugatan dengan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PUU-XXII/2024 pada Selasa (20/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada putusan Nomor 70, MK mengubah syarat usia minimal 30 untuk cagub dan cawagub pada Pasal 7 UU Pilkada menjadi terhitung sejak penetapan. Ketentuan ini berbeda dengan putusan MA nan menginginkan patokan tersebut dihitung sejak pelantikan.

Adapun melalui putusan 60, MK mengubah ketentuan dalam Pasal 40 UU Pilkada. MK menyatakan partai alias campuran partai politik peserta pemilu bisa mengusulkan calon kepala wilayah meski tidak punya bangku DPRD. MK juga menurunkan periode pemisah untuk syarat pengusungan cakada bagi semua partai.

Usai putusan itu keluar, revisi dilakukan secara kebut. Pembahasan RUU Pilkada dilakukan dalam waktu kurang dari tujuh jam.

Isi nan disepakati Baleg tidak sesuai dengan putusan MK. Revisi UU itu disetujui delapan dari sembilan fraksi di DPR. Hanya PDIP nan menolak.

Dalam Pasal 7 mengenai syarat usia minimal calon kepala daerah, Baleg menyepakati untuk mengikuti rujukan dari putusan MA. Mereka mau ketentuan usia minimum dihitung sejak pelantikan cakada, bukan penetapan pendaftaran.

"Berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur serta 25 untuk Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, dan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih," demikian bunyi catatan rapat baleg.

Kemudian pada Pasal 40 UU Pilkada, Baleg menambah ketentuan dari putusan MK. Baleg mau ketentuan periode pemisah nan lama sebelum putusan MK tetap diterapkan untuk parpol nan mempunyai bangku di DPR.

Sementara itu, ketentuan periode pemisah nan telah diturunkan MK hanya bertindak untuk partai nan tidak mempunyai bangku di DPRD.

Berikut usulan perubahan substansi pasal 40 UU Pilkada setelah putusan MK nan disepakati baleg:

(1) Partai Politik alias campuran Partai Politik nan mempunyai kursi di DPRD dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah bangku Dewan Perwakilan Rakyat Daerah alias 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan bunyi sah dalam pemilihan umum personil DPRD di wilayah nan bersangkutan

(2) Partai politik alias campuran partai politik nan tidak mempunyai bangku di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dengan ketentuan:

a. Provinsi dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut

(3) Partai Politik alias campuran partai politik nan tidak mempunyai bangku di DPRD kabupaten/kota dapat mendaftarkan calon Bupati dan calon Wakil Bupati alias calon Walilota dan calon Wakil Walikota dengan ketentuan:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memperoleh bunyi sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah masyarakat nan termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu kudu memeroleh bunyi sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.

Karena merevisi dua pasal itu, masyarakat menilai DPR sedang mengakali patokan syarat Pilkada. Baleg DPR juga dianggap menentang konstitusi dengan mengabaikan putusan MK.

Protes tak terelakkan, emosi masyarakat pecah pada kemarin, Kamis (23/8). Sejumlah komponen masyarakat tumpah ke jalan. Salah satunya, di depan Gedung DPR RI. Setelah diprotes keras, DPR pun membatalkan pengesahan RUU tersebut.

(yla/DAL)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional