TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong bakal kembali diperiksa Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi impor gula 2015-2016, Selasa besok, 5 November 2024.
Kuasa norma Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, mengatakan, pemeriksaan tersebut merupakan lanjutan dari pemeriksaan pada Jumat, 1 November 2024. Waktu itu, Tom Lembong, diperiksa selama 10 jam dan ditanya mengenai surat-surat nan dibuat semasa menjabat dan surat masuk.
Ari mengatakan bahwa kliennya menegaskan semua kebijakan semasa menjabat sebagai Mendag sudah melalui prosedur nan benar, dan tidak mempunyai kepentingan apa pun terhadap kebijakan impor gula.
“Beliau tidak menerima fee, tidak menerima untung baik buat dirinya alias orang lain. Jadi, tidak ada nan perlu dikhawatirkan, dia tegaskan seperti itu,” ujar Ari.
Menurut Ari, Tom Lembong juga menyatakan tidak mengenal siapa saja nan ditunjuk mengenai impor gula pada 2015-2016 tersebut.
Berdasarkan keterangan Kejaksaan Agung, pada Januari 2016, tersangka Tom Lembong menandatangani surat penugasan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi nilai gula melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebanyak 300.000 ton.
PT PPI membikin perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan. Kejagung mengatakan bahwa semestinya untuk pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, nan diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan nan hanya dapat melakukan impor adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ialah PT PPI.
Akan tetapi, dengan sepengetahuan dan persetujuan Tom Lembong, persetujuan impor gula kristal mentah itu ditandatangani. Delapan perusahaan nan ditugaskan mengolah gula kristal mentah itu hanya mempunyai izin untuk memproduksi gula rafinasi.
Menurut Kejaksaan, kristal putih nan diproduksi delapan perusahaan tersebut kemudian seolah-olah dibeli oleh PT PPI. Padahal, gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui pemasok terafiliasi dengan nilai Rp16.000 per kilogram, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) nan sebesar Rp13.000 per kilogram dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.
Dari praktik tersebut, PT PPI mendapatkan bayaran sebesar Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan nan terlibat.
Kejaksaan menyatakan, kerugian negara nan timbul akibat tindakan tersebut senilai kurang lebih Rp400 miliar, ialah nilai untung nan diperoleh delapan perusahaan swasta nan semestinya menjadi milik BUMN alias PT PPI.
Iklan
Sejalan dengan Temuan BPK
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2017, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kesalahan impor terjadi pada masa Menteri Perdagangan Rachmat Gobel (2014-2015), Tom Lembong (2015-2016), hingga Enggartiasto Lukita (2016-2019). Instansi pengawas pengelolaan duit negara itu menemukan 11 kesalahan kebijakan impor pada lima komoditas, ialah beras, gula, garam, kedelai, sapi, dan daging sapi.
Dikutip dari laporan itu, kesalahan mencakup impor nan tak diputuskan di Kementerian Koordinator Perekonomian, impor tanpa persetujuan teknis oleh Kementerian Pertanian, impor tak didukung info kebutuhan dan persyaratan dokumen, hingga pemasukan impor melampaui tenggat nan ditentukan.
Dalam kasus SOP belum melangkah optimal, BPK mengungkap publikasi beberapa izin impor periode 2015-semester I 2017 belum sesuai ketentuan. Izin impor itu ialah untuk komoditas beras sebanyak 70.195 ton. Impor itu dinilai tak memenuhi arsip persyaratan, melampaui pemisah berlaku, dan bernomor ganda. Ada pula impor beras kukus sebanyak 200 ton tidak mempunyai rekomendasi dari Kementan.
Selain itu, BPK menemukan izin beberapa komoditas impor lain nan tak memenuhi arsip persyaratan. Impor itu ialah 9.370 ekor sapi hidup pada 2016, 86.567,01 ton daging sapi, serta 3,35 juta ton garam pada 2015 hingga semester I 2017.
BPK juga menemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan atas pengelolaan tata niaga impor pangan pada Kementerian Perdagangan. BPK mengungkap, jumlah alokasi impor untuk komoditas gula kristal putih (GKP), beras, sapi dan daging sapi sepanjang 2015-semester I tahun 2017 nan ditetapkan dalam Persetujuan Impor (PI) tidak sesuai dengan info kebutuhan dan produksi dalam negeri.
Sejumlah publikasi PI dalam rangka menjaga kesiapan dan stabilisasi nilai juga ditemukan belum sesuai dengan ketentuan. BPK menjabarkan, PI gula sepanjang 2015-semester I tahun 2017 sebanyak 1,69 juta ton tidak melalui rapat koordinasi. Sedangkan PI gula kristal mentah (GKM) kepada PT Adikarya Gemilang dalam rangka uji coba aktivitas industri sebanyak 108.000 ton tak didukung info kajian kebutuhan.
BPK juga mengungkap, publikasi PI sapi kepada Perum Bulog pada 2015 sebanyak 50.000 ekor tidak melalui rapat koordinasi. Penerbitan PI daging sapi pada 2016 sebanyak 97.100 ton dan realisasi sebanyak 18 ribu ton alias senilai Rp737,65 milyar juga tak sesuai alias tanpa rapat koordinasi dan rekomendasi Kementan.
Han Revanda Putra berkontribusi dalam penulisan tulisan ini