TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Prabowo Subianto telah memanggil sejumlah calon menteri, wakil menteri, dan kepala badan untuk pemerintahannya berbareng Gibran Rakabuming Raka. Pemanggilan itu dilakukan Prabowo di kediamannya di Jalan Kertanegara IV, Jakarta, pada Senin-Selasa, 15-16 Oktober 2024.
Salah satu tokoh nan diundang Prabowo adalah Menteri Keuangan (Menkeu) saat ini, Sri Mulyani Indrawati. Usai pertemuannya dengan Prabowo, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dia diminta oleh Prabowo untuk kembali menjadi bendaharawan negara.
“Jadi kita obrolan cukup lama dan panjang selama ini dengan beliau. Dan oleh lantaran itu, pada saat menyusun kabinet, beliau meminta saya untuk menjadi menteri finansial kembali,” kata Sri Mulyani, Senin.
Dalam pertemuannya dengan Prabowo, Sri Mulyani menyebut mendapatkan beberapa pesan, khususnya mengenai prioritas-prioritas pemerintahan ke depan. Beberapa perihal nan dibahas di antaranya adalah anggaran pendapatan dan shopping negara (APBN), penguatan Kemenkeu, shopping negara, serta pengelolaan penerimaan negara, termasuk pajak.
“Beliau sangat perhatian gimana akibat APBN kepada masyarakat. Itu menjadi tekanan beliau,” ucap Sri Mulyani.
Prabowo Sempat Sebut Sri Mulyani Tukang Utang
Prabowo pada akhirnya memutuskan untuk mempercayai Sri Mulyani dalam mengelola finansial pemerintahannya lima tahun ke depan. Namun jika menengok ke belakang, Prabowo sempat menyindir Sri Mulyani sebagai tukang utang. Hal itu diungkapkan Prabowo saat menjadi kontestan dalam Pemilihan Presiden 2019 silam.
Saat itu Prabowo Subianto mengatakan, sebaiknya julukan Menteri Keuangan saat ini diganti dengan Menteri Pencetak Utang. Dia berujar penggantian julukan ini lantaran utang Indonesia terus bertambah banyak.
"Utang menumpuk terus, jika menurut saya jangan disebut lagi lah ada Menteri Keuangan, mungkin Menteri Pencetak Utang," kata Prabowo di aktivitas Deklarasi Nasional Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia untuk Pemenangan Prabowo-Sandi di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Timur, Sabtu, 26 Januari 2019.
Prabowo juga menyebut menteri finansial saat itu, ialah Sri Mulyani, doyan dan bangga mencetak utang. Namun, kata dia, nan disuruh bayar utang tersebut justru orang lain.
Tak hanya itu, sebelumnya Prabowo juga kerap melontarkan kritiknya terhadap hutang-hutang Indonesia. Pada Juni 2018 lalu, Ketua Umum Partai Gerindra itu mengingatkan pemerintah mengenai dengan ketimpangan ekonomi dan tingginya utang luar negeri nan sudah berada di tingkat mengkhawatirkan. Hal itu disampaikan Prabowo setelah berjumpa dengan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan di rumah dinas Ketua Majelis Permusyawaratan.
Iklan
Prabowo merujuk pada info Bloomberg, berasas info lembaga pemeringkat Moody’s, nan menyebut Indonesia merupakan negara paling berisiko dari sisi utang di Asia berbareng India. Prabowo menyebut total utang Indonesia, jika utang pemerintah, badan upaya milik negara, dan swasta digabung, mencapai Rp 9.000 triliun meski utang pemerintah hanya sekitar Rp 4.000 triliun.
"Bloomberg mengutip situasi ekonomi Indonesia risky, berbahaya. Paling rawan lantaran utangnya,” ujar Prabowo pada Senin, 25 Juni 2018.
Di hari nan sama, Sri Mulyani pun menanggapi pernyataan Prabowo soal utang tersebut. Saat itu, bendaharawan negara tersebut meminta agar komparasi utang luar negeri kudu dilakukan dengan perihal nan setara alias apple to apple.
Sri Mulyani mengatakan posisi utang pemerintah pada Mei 2018 Rp 4.169 triliun. Nilai itu utang tersebut menurut Sri Mulyani semestinya dibandingkan dengan seluruh produk domestik bruto alias PDB. Data Kemenkeu rasio utang terhadap PDB hingga Mei 2018, ialah 29,58 persen.
"Jadi jika membahas ya kudu konsisten, jika utang korporasi ya dibandingkan dengan volume korporasinya, jika utang BUMN ya terhadap total aset maupun total revenue BUMN," ujar Sri Mulyani, Senin, 25 Juni 2018.
Sri Mulyani menegaskan pemerintah tetap bakal menjaga pengelolaan finansial negara dan APBN secara hati-hati. Hati-hati nan dia maksud, ialah mengikuti Undang-undang dan mengikuti indikator-indikator kesehatan keuangan.
Melynca Dwi Puspita, Caesar Akbar dan Muhammad Hendartyo berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Pilihan Editor: Yustinus Prastowo Pamit dari Tugasnya Sebagai Stafsus Sri Mulyani, Pilih Berkarir di Luar Pemerintahan