TEMPO.CO, Jakarta - Tim ahli ekonomi Bank Mandiri menemukan selisih pencatatan impor produk garmen dan tekstil Indonesia dari Cina sejak 2004 hingga Juni 2024. Merujuk info Trade Map, sebuah situs statistik perdagangan internasional, tim ahli ekonomi Bank Mandiri menemukan ada US$ 265 juta alias sekitar Rp 4,2 triliun (kurs: Rp 15.916) impor tak tercatat di Badan Pusat Statistik Indonesia.
“Ini jumlahnya relatif besar sekali, sekitar dua kali lipat dibanding impor nan tercatat BPS. Tekstil relatif sama,” kata Department Head of Industry and Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani dalam konvensi pers secara daring pada Rabu, 20 November 2024.
Sementara itu, pada 2023 ada US$ 560 juta alias Rp 8,9 triliun impor nan tak tercatat. Dendi mengatakan kondisi ini terjadi lantaran adanya impor terlarangan alias penyelundupan. “Harus ada penanganan serius, Bea Cukai, Bakamla,” kata dia.
Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) juga pernah mengungkapkan sebagian tekstil impor dari Cina memang tidak tercatat masuk ke Indonesia. Hal itu diperkirakan menyebabkan kerugian triliunan rupiah. Pelaksana Tugas Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM saat itu, Temmy Setya Permana, mengatakan, dugaan itu berangkat dari adanya ketidakseimbangan antara nomor ekspor Cina ke Indonesia dengan nomor impor Indonesia dari Cina.
"Terdapat selisih nan besar pada HS Code busana jadi 61-63, info ekspor Tiongkok ke Indonesia nyaris 3 kali lipat lebih besar dari impor Indonesia dari Tiongkok. Kami menduga, nan mengindikasikan ada produk nan masuk secara ilegal, tidak tercatat," ujar Temmy Setya, di instansi Kemenkop UKM, Jakarta, Selasa, 6 Agustus 2024.
Berdasarkan info Trade Map Kemenkop UKM, tercatat pada tahun 2022 terdapat sebanyak Rp 29,5 triliun potensi nilai produk tekstil Cina ke Indonesia. Sedangkan pada tahun 2021, potensi nilai tersebut sebanyak Rp 29,7 triliun.
Sementara itu, berasas info nan sama, pada tahun 2022 tercatat sebesar Rp 61,3 triliun nilai ekspor Cina ke Indonesia. Namun, impor Indonesia ke Cina hanya sebesar Rp 31,8 triliun. Sedangkan pada tahun 2021 tercatat sebesar Rp 58,1 triliun nilai ekspor Cina ke Indonesia, dan sebesar Rp 28,4 triliun nilai impor Indonesia ke Cina.
Dari info tersebut, menurut Temmy, memunculkan menduga adanya produk terlarangan nan masuk ke Indonesia. "Kami menduga ada produk nan masuk secara ilegal, tidak tercatat. Kami lihat ke beberapa busana alias tekstil alias produk tekstil (TPT),” ujarnya.
Temmy menyebut impor terlarangan berpotensi menyebabkan kehilangan serapan 67 ribu tenaga kerja dengan total pendapatan tenaga kerja Rp 2 triliun per tahun, serta kehilangan potensi PDB multi sektor TPT sebesar Rp 11,83 triliun per tahun.
Kemenkop UKM merekomendasikan kebijakan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) sebesar 200 persen untuk produk tekstil dengan memperhatikan pembatasan hanya untuk produk nan dikonsumsi akhir, seperti busana jadi, aksesoris, dan dasar kaki.
Cicilia Oca berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.