TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menanggapi pernyataan Menteri Sosial Saifullah Yusuf soal masyarakat nan dinilai ketergantungan terhadap bantuan sosial (bansos). Achmad menjelaskan, ketergantungan masyarakat terhadap bansos dipengaruhi oleh adanya kemiskinan struktural.
Achmad menyebut banyak family di Indonesia terjebak dalam siklus kemiskinan nan membikin mereka tidak mempunyai akses terhadap pendidikan, pekerjaan layak, alias jasa kesehatan nan memadai. Ia berpendapat, bansos menjadi penyambung hidup nan menggantikan peran sistem perlindungan sosial nan lebih berkelanjutan.
“Ketergantungan masyarakat pada bansos bukanlah kejadian nan muncul secara tiba-tiba. Faktor utama nan mendorong perihal ini adalah kemiskinan struktural,” ujar Achmad ketika dihubungi pada Selasa, 18 November 2024.
Menurut Achmad, bansos pada awalnya dirancang sebagai respons sigap terhadap situasi darurat, bukan sebagai strategi jangka panjang. Bansos digunakan untuk membantu masyarakat nan kondisi ekonominya terdampak akibat pandemi Covid-19. Namun, kata Achmad, belakangan bansos malah membikin masyarakat jadi ketergantungan.
“Peran bansos sebagai perangkat penyelamat darurat. Namun, ketika krisis perlahan berlalu, ketergantungan ini tampak susah dilepaskan,” ucap Achmad.
Ketergantungan masyarakat terhadap bansos, kata Achmad, tidak terlepas dari peran pemerintah. Achmad menilai, pemerintah malah mengandalkan bansos sebagai instrumen permanen untuk menjadi solusi kemiskinan. Bahkan, kerap kali bansos juga digunakan sebagai bahan bakar politik.
“Bansos mulai dipandang sebagai instrumen permanen oleh masyarakat dan pemerintah. Ketergantungan ini mengindikasikan bahwa bansos telah melenceng dari tujuannya nan berkarakter ad hoc,” katanya.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf namalain Gus Ipul menyoroti kejadian demotivasi masyarakat nan ketergantungan menerima bansos. Ipul menjelaskan ketergantungan penerima bansos merupakan satu dari empat tantangan dan rumor strategis Kementerian Sosial (Kemensos) saat ini.