Ekspor Pasir Laut, Pakar: Singapura Jadi Lebih Luas dan Bisa Ancam Kedaulatan RI

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan pemerintah untuk kembali mengizinkan ekspor pasir laut dengan dalih nan diambil adalah hasil sedimentasi laut, mendapat penolakan dari sejumlah master dan kalangan lingkungan.

Pakar ekonomi Universitas Mataram Ihsan Ro'is memandang aktivitas ekspor sedimen laut ke luar negeri dapat merugikan Indonesia untuk jangka panjang. "Kita banyak ekspor pasir ke Singapura. Ini tidak menguntungkan," ujarnya di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu pekan lalu.

Ihsan mengatakan, pasir laut nan selama ini dibeli Singapura dari Indonesia justru dipakai untuk mereklamasi pantai negara tersebut nan membikin daratan mereka menjadi lebih luas.

Sebelumnya, luas Singapura hanya 578 kilometer persegi dan sekarang luas itu telah bertambah signifikan hingga 25 persen menjadi 719 kilometer persegi.

"Nanti dari daratan itu diambil garis pantai, kena lagi pantai kita. Bahaya juga (bagi kedaulatan dan laut teritorial)," kata Ihsan.

Lebih lanjut dia menyarankan pemerintah untuk membikin kajian mendalam nan mengupas aspek untung-rugi dari aktivitas ekspor sedimen laut tersebut.

Setoran penerimaan negara bukan pajak alias PNBP dari para pengusaha sebesar lima persen dari nilai volume sedimen nan diekspor tidak terlalu menguntungkan dari aspek ekonomi bagi Indonesia, katanya.

Fenomena perubahan iklim, kenaikan muka air laut, kerusakan ekosistem perairan, hingga tenggelamnya pulau-pulau mini sekarang menghantui Indonesia sebagai negara kepulauan.

Aktivitas mengeruk sedimen laut, lampau mengekspornya ke luar negeri bisa berakibat luas bagi lingkungan di Indonesia.

Biaya pemulihan lingkungan nan rusak bisa lebih besar daripada perolehan PNBP dari ekspor sedimen laut.

Ihsan menambahkan bahwa sejauh ini belum ada kajian komprehensif nan dibuat pemerintah mengenai aktivitas ekspor sedimen laut tersebut.

Padahal, menurutnya, kajian ilmiah mendetail nan dipublikasikan sangat krusial untuk diketahui oleh publik agar membuka ruang-ruang obrolan nan mencerahkan.

"Jangan kemudian membikin patokan dengan mencabut patokan lama tanpa ada kajian nan bagus," ucap Ihsan nan merupakan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram tersebut.

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, pemerintah Indonesia pernah melarang ekspor pasir laut selama 20 tahun demi mencegah ekspansi akibat kerusakan lingkungan dan tenggelamnya pulau-pulau kecil.

Saat ini patokan ekspor hasil sedimentasi terbaru tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut serta tindak lanjut dari usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Iklan

Kementerian Perdagangan menyatakan ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir hanya dapat dilakukan selama kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi.

Masyarakat Harus Awasi Ketat

Dosen Program Studi Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Mataram Paryono mengatakan masyarakat kudu mengawal titik koordinat wilayah nan bakal menjadi sumber ekspor pasir laut oleh pemerintah.

"Titik koordinat dalam peraturan itu kudu diperhatikan," ujarnya di Mataram, Jumat, 20 September 2024.

Paryono menuturkan patokan soal ekspor sedimen laut tetap mengambang, letak alias titik koordinat dari pengambilan sedimentasi laut tetap belum jelas.

Presiden Jokowi sempat mengatakan letak pengerukan sedimentasi laut berada di jalur pelayaran kapal, namun patokan itu tetap ditentukan titik koordinatnya berasas undang-undang. Hal itu memunculkan beragam perdebatan.

Aktivitas pengambilan sedimentasi laut tidak bakal menjadi masalah jika titik koordinatnya berada di jalur kapal. Namun, aktivitas itu dapat menjadi masalah jika letak pengambilan sedimentasi berada di area hidup biota laut, baik nan hidup di darat maupun perairan dangkal.

Menurutnya, pengambilan sedimentasi laut di jalur kapal sudah biasa dilakukan untuk memudahkan pelayaran. "Kalau di jalur kapal silakan saja," kata Paryono.

Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa pengambilan sedimentasi laut dapat mempengaruhi alias memberikan ancaman terhadap pulau-pulau mini sekitar pengambilan sedimentasi berasas tingkat ketebalan dan struktur pantai.

Dampak itu tergantung ketebalan dan struktur pantai. Bila pantai itu berbatu, maka berapa pun dikeruk tidak masalah.

Paryono berambisi agar pemerintah dapat mengeluarkan patokan teknis mengenai pengambilan sedimentasi laut tersebut.

"Mengeluarkan patokan teknis, misalnya untuk memberikan kewenangan di mana, kemudian perincian izinnya apa," katanya.

Pilihan penyunting Laporan Majalah Tempo: Prabowo Akan Bentuk 44 Kementerian, Apa Saja?

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis