Faisal Basri Beberkan Bunga Utang Negara yang Ditanggung Prabowo Rp 552,85 Triliun

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri mengkritik keras kebijakan pemerintah soal pengelolaan utang negara nan dinilai tidak berubah signifikan. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 diketahui beban kembang utang nan ditanggung oleh pemerintah Prabowo Subianto sebesar Rp 552,85 triliun. 

"Peningkatan terbesar dalam shopping pemerintah selama 10 tahun terakhir adalah pembayaran kembang utang nan naik sebesar 274 persen," kata Faisal Basri dalam obrolan nan diadakan oleh Bright Institute di Jakarta Selatan, Rabu, 21 Agustus 2024.

Faisal mengatakan peningkatan beban kembang ini merupakan akibat dari kebijakan utang nan garang tanpa diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi nan memadai. "Ini betul-betul competitive consumption, terhadap GDP (produk domestik bruto) hanya lebih baik dari Nigeria dan Kamboja aja," ujarnya.

Data nan dipaparkan oleh Faisal menunjukkan dalam RAPBN 2025, pembayaran kembang utang diproyeksikan bakal terus meningkat, angkanya mencapai 20,3 persen dari total shopping pemerintah pusat. Angka tersebut naik dari 19 persen pada tahun sebelumnya.

Selain itu, utang pemerintah pusat terus bertambah dan diproyeksikan bakal mencapai Rp 8,7 kuadriliun pada akhir 2024. Nilai utang pemerintah itu naik dari Rp 8,5 kuadriliun di awal tahun. 

Komposisi shopping lain-lain dalam total shopping pemerintah juga meningkat signifikan. Faisal menyebut shopping lain-lain mencapai 13,9 persen pada 2022 dan diproyeksikan naik menjadi 17,7 persen pada 2024.

Faisal pun mengkritik komposisi shopping negara nan menurutnya lebih banyak dihabiskan untuk kebutuhan nan kurang produktif, seperti shopping peralatan dan pembayaran kembang utang, dibandingkan dengan shopping sosial nan langsung menyentuh rakyat.

Iklan

"Peningkatannya nan paling mini adalah support sosial. nan buat rakyat itu paling kecil," ucapnya.

Lebih jauh, Faisal mengatakan meski rasio utang terhadap produk demestik bruto alias PDB Indonesia terbilang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Jepang, namun beban kembang utang di Indonesia jauh lebih tinggi dalam persentase terhadap shopping pemerintah pusat.

"Jepang dengan rasio utang nan sangat tinggi, hanya mengalokasikan 6,2 persen dari total pengeluarannya untuk bayar kembang utang. Sedangkan Indonesia kudu mengalokasikan 20,3 persen," kata Faisal.

Sayangnya, Faisal melanjutkan, peningkatan utang Indonesia tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi nan signifikan. Data nan dia paparkan menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6 persen pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tapi terus menurun di era Presiden Jokowi menjadi sekitar 5 persen.

Menurut Faisal, RAPBN 2025 menunjukkan pemerintah tetap belum mempunyai strategi nan efektif dalam mengelola utang dan kembang nan kudu dibayar. "Ini (pemerintahan) maniak berutang," ucapnya.

Pilihan Editor: Penawaran pada Lelang Surat Utang Negara Tembus Rp 104 Triliun, Tertinggi Dalam Tiga Tahun Terakhir

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis