FITRA Minta Uji Publik Program Makan Bergizi Gratis Prabowo

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) memprediksi adanya penurunan pagu anggaran di Kementerian dan Lembaga dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun depan. FITRA menyoroti program pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka makan bergizi cuma-cuma nan berpotensi menggunakan anggaran jumbo. 

Sekretaris Jenderal FITRA, Misbah Hasan, menilai anggaran makan bergizi sebesar Rp 71 Triliun terlalu besar. Senyampang itu, program ini disebut belum bakal skema teknis dalam pelaksanaannya. 

Dia menilai program ini mesti diuji publik sebelum direalisasikan dalam pemerintahan baru. 

Program ini belum jelas bakal diurus oleh kementerian mana, apakah bakal dilakukan Kementerian tersendiri alias lintas kementerian. Harusnya terlebih dulu dilakukan uji publik, jangan sampai di tengah jalan terjadi persoalan,” kata Misbah Hasan dalam keterangan tertulis pada Jumat, 28 Juni 2024. 

Berdasarkan simulasi jenis Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Kemen PPN/Bappenas) program makan bergizi cuma-cuma memerlukan alokasi anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk 20 ribu porsi pada tahun 2025. Alokasi tersebut merupakan simulasi awal dari kebutuhan alokasi anggaran sebesar Rp 185,2 triliun per tahun. Adapun sasaran dari program makan bergizi cuma-cuma adalah siswa pra-sekolah, SD, SMP, SMA dan Pesantren sebanyak 80 juta pada tahun 2029 untuk tujuan menangani stunting. 

Selain itu, Misbah Hasan mengatakan pemerintah berkesempatan bakal mencari tambahan pendapatan untuk merealisasikan janji politik ini di tengah terbatasnya ruang APBN. Dia menyebut potensi cuan itu bakal didapat dari meningkatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan sumber pendapatan lainnya baik dari pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

”Saat ini, pemerintah sudah menerapkan automatic adjustment 5 persen ke seluruh kementerian alias lembaga, nan kemungkinan juga digunakan untuk program makan bergizi gratis, dan ini nyaris pasti bakal diterapkan di tahun 2025 dengan persentasenya nan lebih besar. Padahal automatic adjustment ini harusnya digunakan pada saat kondisi negara genting lantaran ketidakstabilan global,” kata Misbah Hasan. 

 Meski demikian, Misbah Hasan menyebut penurunan anggaran di kementerian alias lembaga bergerak lantaran tetap dalam kerangka Pagu Indikatif. Selain itu, kementerian alias lembaga ini juga tetap bisa bermusyawarah di forum Trilateral Meeting antara Bappenas dengan Kementerian Keuangan hingga Pembacaan Nota Keuangan di tanggal 16 Agustus 2024. 

“Peluang kedua bisa pada saat pembahasan RAPBN antara pelaksana dan legislatif pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2024 (APBN),” kata dia. 

Iklan

Pemerintah Diminta Mitigasi Kebocoran Anggaran

Peneliti FITRA, Gurnadi Ridwan, mengatakan selain masalah teknis dan pendanaan dalam persiapan program makan bergizi gratis, pemerintah perlu juga membikin mitigasi untuk mengatasi kebocoran anggaran dan conflict of interest dalam pengadaan peralatan dan jasa (PBJ). Dia mewanti-wanti jangan sampai program ini hanya menjadi bancakan bagi pejabat alias kementerian tertentu. 

”Jangan sampai program makan siang cuma-cuma dijadikan bancakan dan bagi-bagi jatah saja, perihal ini tentu bakal berakibat pada efektivitas dan akibat program. Publik tentu tidak rela jika alokasi anggaran sebesar Rp 71 Triliun bakal banyak dihabiskan untuk administrasi, rapat dan koordinasi saja, oleh karena itu transparansi anggarannya kudu jelas,” ucap Gurnadi.  

Selain itu, Gurnadi Ridwan juga memberikan catatan jika alokasi makan bergizi cuma-cuma masuk dalam pos persediaan nan dikelola oleh Bendahara Umum Negara (BUN). Berdasarkan pengalaman FITRA, dia menyebut transparansi dan akuntabilitas anggaran di BUN relatif susah diakses. 

Ada dua akses info nan pernah dilakukan FITRA ke BUN ialah permohonan info anggaran program BBM Tertentu (JBT) Minyak Solar dan info anggaran Bansos Presiden. Gurnadi menyebut kedua info itu tidak bisa diakses lantaran argumen kerahasiaan dan keamanan negara. 

“(Jika masuk BUN) bakal susah dipantau, apalagi legislatif hanya tau gambaran besarnya saja,” kata Gurnadi.

Pilihan Editor: Rugi Rp 1,8 Triliun, Bos Kimia Farma Beberkan Penyebabnya

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis