Jakarta, CNN Indonesia --
Putra sulung Presiden pertama RI Sukarno, Guntur Soekarnoputra kembali meluncurkan buku, Minggu (3/11).
Buku terbaru nan diluncurkan Guntur diberinya judul 'Sangsaka Melilit Perut Megawati: Humaniora, Sejarah, dan Nasionalisme Internasionalisme'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buku itu diluncurkan bertepatan dengan seremoni hari ulang tahun (HUT) nan ke-80 Guntur. Dia menjelaskan kitab itu bercerita tentang kejadian pada 1967, ketika Sukarno sudah tidak menjabat sebagai Presiden RI.
Ia mengatakan sebelum meninggalkan istana kepresidenan, Sukarno menitipkan bendera sang Saka Merah Putih kepada istrinya, Fatmawati. Pemerintah RI kala itu nan dipimpin Soeharto 'mengarantina' tokoh proklamator tersebut di Wisma Yaso, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Bangunan itu sekarang menjadi bagian dari museum edukasi sejarah TNI, Satria Mandala.
Guntur bercerita kala itu, Sukarno menitipkan kepada salah satu staf pribadinya bendera pusaka tersebut. Pemerintahan Orde Baru (Orba) di bawah kendali Soeharto pun terus menekan Sukarno untuk menunjukkan letak bendera nan dikibarkan saat proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 itu.
"Bapak itu tetap sempat menitipkan melalui salah satu staf pribadinya yg dipercaya untuk menitipkan bendera sang saka merah putih, bendera pusaka nan dulu dijahit Ibu Fatmawati di kediamannya ibu. Jadi disimpannya disitu," kata Guntur saat peluncuran buku.
Menurutnya, saat itu Soeharto beserta jajarannya bingung lantaran bendera pusaka rupanya tidak ada di istana. Satu-satunya jalan adalah bertanya kepada Bung Karno nan saat itu dikarantina di Wisma Yaso.
"Bapak sendiri segan mau lepas bendera itu ke orde baru. Sama bapak dibilang 'saya gak nyimpen'. Tapi disitu tidak manusiawinya orba terhadap Bung Karmo, setiap Bung Karno mengelak Bung Karno diberi tekanan psikologis agar kasih tahu dimana bendera," ujar Guntur.
Suatu waktu, Bung Karno menceritakan itu kepada Guntur. Bung Karno meminta agar bendera pusaka nan dijahit Fatmawati itu dikirim kepadanya di Wisma Yaso.
"Tapi masalahnya jika kita nengok Bung Karno diistilahnya dikarantina, jangankan bawa benda-benda nan asing alias bagaimana. Kalau ibu kirim sayur lodeh aja itu oleh komandan jaga itu di Wisma Yaso diudek-udek sayur lodehnya, takut-takut apa dan sebagainya," ujarnya.
Ia mengatakan saat itu, ibunya mempunyai buahpikiran untuk menyerahkan Sang Saka Merah Putih ke Bung Karno dengan meminta support adiknya, Megawati.
"Mula-mula Mega ditanya. Mega waktu itu manggilnya Adis. Adis [nama mini Megawati] ditanya 'Dis, Anda jika dapet tugas membawa bendera Anda sanggup gak?'. Adis bilang sanggup berani," ujar Guntur menceritakan kembali jawaban adiknya tersebut.
Bendera pun dibawa dengan melilitkan bendera di perut Megawati. Kemudian ditutup busana nan agak longgar.
Fatmawati berpesan jika ditanya petugas agar Mega mengatakan sedang mengandung muda.
"Ibu pesan, jika ditanya kenapa gendut alias gimana bilang aja mengandung muda. Saya tanya Adis, 'Dis Anda berani, siap? Aku siap mas'," kata Guntur menirukan ucapan Megawati.
Bendera itu pun sukses dibawa hingga akhirnya digunakan saat peringatan 17 Agustus 1967.
"Akhirnya dilaksanakan alhamdulillah sampai ke Bung Karno, dibawa ke bilik Bung Karno, di sana dibuka kemudian diserahkan kepada utusan Orde Baru," ucap pria nan berkawan pula dengan sapaan Mas Tok tersebut.
Selain kitab nan baru diluncurkan, Guntur sebelumnya juga sempat menulis sejumlah kitab pula. Beberapa di antaranya adalah 'Intelejen dan Diplomasi Dahulu dan Kini' (2022), dan Bung Karno Bapakku Kawanku Guruku (.
Adapun Megawati kemudian mengikuti jejak ayahnya. Setelah menjadi Wakil Presiden ke-8 RI, dia naik pangkat menjadi Presiden kelima RI menggantikan Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) nan dimakzulkan MPR pada 2001 silam.
Selain itu, dari era reformasi 1998 hingga kini, Megawati adalah Ketua Umum PDIP.
(yoa/kid)
[Gambas:Video CNN]