Industri Dalam Negeri Kekurangan Garam 2,4 Juta Ton

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita mengungkapkan argumen Indonesia tetap terus mengimpor garam kendati mempunyai lautan luas. Menurut dia, produksi petani dan koperasi lokal cukup memenuhi kebutuhan dalam negeri, baik industri maupun konsumsi.

Reni menjelaskan, kebutuhan dalam negeri saat ini tercatat sebesar 4,9 juta ton. Sedangkan keahlian suplai dari petani dan koperasi hanya sebesar 2,5 juta ton. "Ada kekurangan nyaris 2,4 juta ton. Kalau ada nan menyederhanakan garam kita banyak lantaran lautnya luas, itu tidak semudah itu," kata Reni kepada wartawan di The Westin Jakarta, Senin, 18 November 2024.

Ceruk kebutuhan garam dalam negeri sebesar 2,4 juta ton itu nan kudu dipenuhi melalui pengadaan luar negeri alias impor. Reni mengatakan, jumlah itu bakal terkoreksi jika ada investasi baru nan masuk ke Indonesia. Diversifikasi produk pangan juga mempengaruhi besarnya permintaan bakal garam.

Impor itu terutama ditujukan kepada spesifikasi garam nan tidak banyak dihasilkan di dalam negeri. Reni mencontohkan, garam untuk kebutuhan chlor alkali plant (CAP) paling banyak didatangkan dari luar negeri. Garam ini mempunyai spesifikasi kandungan natrium klorida di atas 97 persen nan belum banyak dihasilkan petani dan koperasi.

Lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pergaraman Nasional, pemerintah bakal melarang impor garam, termasuk untuk kebutuhan jenis pangan dan farmasi. Pengecualian dalam patokan ini adalah garam untuk kebutuhan CAP. Namun, Reni mengatakan tak menutup kemungkinan larangan impor untuk kebutuhan farmasi bakal direlaksasi. "Walaupun ada penambahan industri, bahan garam untuk farmasi secara jumlah tetap kurang," katanya.

Reni mengakui, industri farmasi saat ini belum siap untuk menghentikan impor dan menggantinya dengan garam dalam negeri. Pasalnya, untuk mengubah sumber bahan baku diperlukan proses nan lama. Industri kudu mengantongi sertifikat Cara Pembuatan Obat nan Baik (CPOB) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Menurut dia, proses itu dapat menyantap waktu hingga dua tahun.

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis