TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi masyarakat keagamaan berbeda sikap atas keputusan pemerintah memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara nan ditandatangani Presiden Jokowi bulan lalu.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merespons positif tawaran pemerintah, sementara Muhammadiyah menyatakan bakal menggodok lebih dulu jika menerima tawaran, sedangkan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) memutuskan tidak bakal mengusulkan izin untuk upaya tambang.
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menyatakan, kesempatan seperti itu dibutuhkan NU.
"Ketika pemerintah memberi kesempatan ini, membikin kebijakan afirmasi ini, kami memandang sebagai kesempatan dan segera kami tangkap. Wong butuh, gimana lagi," kata Yahya Cholil Staquf kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024.
Gus Yahya, sapaan akrabnya, menyebut kebutuhan PBNU cukup banyak untuk memenuhi rencana para warganya.
"Kita ketahui bahwa NU itu adalah organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, sehingga bukan rencana kepercayaan saja nan dikelola, nan diurus, tapi rencana kemasyarakatan termasuk ekonomi, pertanian, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya," katanya.
Gus Yahya mengungkapkan hasil survei menunjukkan PBNU mempunyai personil sebanyak kurang lebih separuh masyarakat Indonesia.
Ia menambahkan PBNU juga mempunyai sekitar 3.000 pondok pesantren dan madrasah, nan untuk mengelolanya memerlukan banyak sumber daya.
Salah satunya adalah Ponpes Lirboyo di Kediri, Jawa Timur. Ia menceritakan kondisi ponpes tersebut mempunyai santri lebih dari 43.000 orang, namun dengan akomodasi nan sangat ala kadarnya.
Ia menuturkan para santri di ponpes tersebut tinggal di bilik seluas 3x3 meter, sehingga para santri hanya bisa meletakkan peralatan di kamar, namun tidur di sembarang tempat seperti emperan kelas dan masjid.
"Nah jika kita menunggu afirmasi pemerintah nan langsung, itu kelak kudu berhadapan parameter birokrasi nan pasti lama sekali," ucapnya.
Gus Yahya juga menuturkan pihaknya melalui Muslimat NU mengelola ribuan Taman Kanak-kanak dan Raudatul Athfal (TK dan RA) nan selama ini para gurunya hanya mendapatkan honor minim.
"Sekarang realitasnya kita ketahui bahwa sumber daya organisasi nan diambil dari organisasi itu sendiri tidak lagi mencukupi, sehingga perlu ada intervensi. Dalam soal ini, maka NU butuh revenue," tutur Yahya Cholil Staquf.
Sementara itu, Uskup Agung Jakarta Prof. Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo menyebut Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tidak bakal mengusulkan izin untuk upaya tambang.
"Saya tidak tahu jika ormas-ormas nan lain ya, tetapi di KWI tidak bakal menggunakan kesempatan itu lantaran bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya," kata Kardinal Suharyo usai bersilaturahmi di Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Rabu.
"Pelayanannya kan jelas ya, KWI tidak masuk di dalam (usaha tambang) seperti itu," kata dia.
Muhammadiyah Menunggu
Ketua PP Muhammadiyah bagian Tabligh, Dakwah Komunitas, Kepesantrenan, dan Pembinaan Haji-Umrah, M. Saad Ibrahim mengatakan pihaknya belum mendapatkan tawaran resmi dari pemerintah mengenai pemberian IUP tersebut.
Iklan
“Saya kira jika tawaran secara terbuka iya, tapi jika secara unik seperti surat masuk itu mungkin belum ya. Saya sendiri belum tahu tentang itu. Ini bakal kita godok lebih dulu secara baik,” kata Saad di Jakarta Pusat, Selasa.
Saad mengatakan pemberian IUP merupakan perihal baru bagi Muhammadiyah, sehingga pihaknya pasti bakal membahas lebih lanjut mengenai aspek positif, negatif, serta keahlian Muhammadiyah dalam menerima tawaran tersebut.
Karena itu, dia menekankan bahwa Muhammadiyah tidak bakal tergesa-gesa dan mengukur keahlian diri agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara.
Berikutnya: Jokowi: Persyaratannya Ketat