Jatuh Bangun HM Lukminto Dirikan Sritex, Bermula Modal Rp 100 Ribu

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, JakartaPengadilan Niaga Kota Semarang memutuskan PT Sritex pailit usai mengabulkan permohonan salah satu kreditur perusahaan ini nan meminta pembatalan perdamaian dalam penundaan tanggungjawab pembayaran utang (PKPU) sesuai kesepakatan sebelumnya. Pernyataan ini disampaikan oleh Juru Bicara Pengadilan Niaga, Kota Semarang Haruno Patriadi.

Haruno menjelaskan, putusan dalam persidangan nan dipimpin Hakim Ketua, Muhammad Anshar Majid, tersebut mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur PT Sritex.

“Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada bulan Januari 2022,” kata Haruno, pada 23 Oktober 2024, seperti dikutip Antara.

Pada putusan pengadilan tersebut, kata Haruno, juga menunjuk kurator dan pengadil pengawas. “Selanjutnya kurator nan bakal mengatur rapat dengan para debitur,” ujarnya.

Kasus ini berasal pada Januari 2022 ketika Sritex digugat oleh salah satu debiturnya, CV Prima Karya, nan mengusulkan PKPU. Pengadilan Niaga Kota Semarang lampau mengabulkan gugatan PKPU terhadap PT Sritex dan tiga perusahaan tekstil lainnya. Seiring dengan berjalannya waktu, Sritex kembali digugat oleh PT Indo Bharat Rayon lantaran dianggap tidak penuhi tanggungjawab pembayaran utang nan sudah disepakati. 

Profil Pendiri Sritex, HM Lukminto

PT Sritex dirintis oleh HM Lukminto alias Muhammad Lukminto nan dikenal sebagai raja batik. Lukminto memulai pekerjaan ketika menjadi pedagang batik di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah pada usia 20 tahun alias tepatnya pada 1996. 

Lukminto memulai pekerjaan mengikuti jejak sang kakak, Ie Ay Djing alias Emilia, nan sudah terlebih dulu menjadi pedagang di Pasar Klewer. Sebab, dia terpaksa kudu berakhir sekolah saat menduduki kelas 2 SMA di SMA Chong Hua Chong Hui akibat kebijakan Orde Baru nan melarang segala sesuatu berasosiasi dengan etnis Tionghoa.

Dengan modal Rp100 ribu nan diberikan orang tuanya, dia membeli kain belaco di Semarang dan Bandung. Setelah itu, dia berdagang keliling di Pasar Klewer, Pasar Kliwon, dan beberapa pabrik batik rumahan lainnya. Lalu, pada 1967, dia sukses membeli dua buah gerai di Pasar Klewer dan mengembangkannya. 

Kemudian, pada 1972, Lukminto sukses membikin pabrik tekstil pertamanya di Semanggi Solo. Lalu, pada 1980-an dia merelokasi pabrik tersebut. Selanjutnya, dia memutuskan untuk membangun pabrik di Desa Jetis, Sukoharjo dengan nama PT Sri Rejeki Isman alias Sritex. Ia membangun pabrik Sritex pertamanya di atas lahan seluas 10 hektare nan terus berkembang sampai akhirnya menjadi 100 hektare lebih.

Dengan kesuksesan bisnisnya dalam bagian tekstil, Lukminto sukses meraih beberapa penghargaan. Pada 3 Maret 1992, dia mendapatkan penghargaan luar biasa dari Presiden Soeharto nan akhirnya meresmikan pabriknya berbareng dengan 275 pabrik jenis industri lainnya di Surakarta.

Ia juga mendapatkan penghargaan MURI lantaran telah menyediakan seragam prajurit untuk ABRI dan German Army pada 2007. Selain itu, dia juga meraih Peng­har­ga­an MURI lainnya, ialah Pemrakarsa dan Penyelenggara Pem­bu­at­an De­sain Ka­in Ter­banyak dan Pelaksana Upacara Bendera Setiap Bulan pada tanggal 17.

HM Lukminto dikabarkan meninggal pada Rabu, 5 Februari 2014 pukul 21.40 waktu Singapura. Saat ini, perusahaan peninggalannya, PT Sritex, telah dinyatakan pailit ketika sang putra sulungnya, Iwan Kurniawan Lukminto menjabat sebagai direktur.

RACHEL FARAHDIBA R  | ADINDA ALYA IZDIHAR 

Pilihan Editor: Sritex Pailit, Perusahaan Tekstil Legendaris nan Dinyatakan Bangkrut

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis