Kala Faisal Basri Kritik Utang Pemerintah yang Terus Meningkat hingga Harus Berutang untuk Bayar Bunga

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Wafatnya ahli ekonomi senior Faisal Basri menjadi kehilangan besar bagi Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri. Melalui media sosial X pribadinya, Chatib turut bersungkawa atas kepulangan pendiri Institute for Development of Economics & Finance (Indef) itu.

“Innalillahi wa innailaihi rojiun. Telah meninggal bumi kawan, senior dan pembimbing saya Bang Faisal Basri. Kehilangan besar buat negeri ini,” tulis Chatib di akun X @ChatibBasri, dikutip Tempo, Kamis, 5 September 2024.

Hal senada disampaikan oleh mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. JK, sapaannya, merasa kehilangan sosok Faisal Basri. Sebab, menurut dia, Faisal Basri adalah sosok nan dibutuhkan di pemerintahan dan negara mana pun. Ia menilai Faisal sebagai intelektual ahli ekonomi nan berani dan konsisten.

Menurut JK, tidak banyak sosok ahli ekonomi seperti Faisal Basri, meskipun di Indonesia banyak ahli ekonomi nan tidak kalah pintar. Politikus senior itu mengatakan, tidak semua ahli ekonomi pandai bisa seberani Faisal Basri. Begitu pula sebaliknya, banyak nan berani tapi tidak mempunyai kepintaran.

“Begitulah Faisal Basri. Tidak banyak sosok seperti itu dan kita kehilangan hari ini,” kata JK, Kamis.

Faisal Basri wafat pada usia 65 tahun di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 5 September 2024, pukul 03.50. Pengamat ekonomi dan politik itu diduga meninggal lantaran serangan jantung. 

 “Ada kemungkinan jantung,” kata adik Faisal Basri, Ramdan Malik, saat ditemui di rumah duka di area Gudang Peluru, Jakarta Selatan, Kamis.

Semasa hidup, Faisal Basri memang dikenal sebagai sosok ahli ekonomi nan lantang mengkritik pemerintah. Bahkan dua pekan sebelum kepergiannya, Faisal Basri tetap mengkritik utang pemerintah Indonesia nan terus meningkat. 

Berutang untuk Bayar Bunga

Dalam obrolan nan diadakan oleh Bright Institute bertema “Reviu RAPBN 2025 Ngegas Utang!”, Faisal Basri mengkritik utang pemerintah Indonesia nan terus meningkat. Bahkan, negara kudu berutang untuk bayar kembang utang.

“Primary balance kita selalu merah, selain tahun 2023. Sehingga untuk bayar hutang pun kita kudu berhutang. Membayar kembang hutang kudu memang berhutang. Karena primary balance-nya minus,” ujar Faisal di Jakarta Selatan, Rabu, 21 Agustus 2024.

Menurut dia, dalam Rancangan Anggaran dan Belanja Negara alias RAPBN 2025, pemerintah kembali menghadapi defisit keseimbangan primer (primary balance) nan memaksa negara terus berutang untuk bayar kembang utang. Faisal juga mengatakan pengelolaan anggaran pemerintah tidak menunjukkan perubahan paradigma dari tahun ke tahun sehingga mengakibatkan beban kembang utang nan semakin meningkat.

Iklan

Data nan Faisal sampaikan menunjukkan primary balance Indonesia terus mengalami defisit selama era pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi, selain pada tahun 2023. Dalam RAPBN 2025, defisit primary balance diperkirakan mencapai Rp63,3 triliun, di mana perihal ini melanjutkan tren defisit nan sudah berjalan lama.

Sejak 2014 alias saat Jokowi pertama kali menjabat presiden, defisit primary balance Indonesia sudah menunjukkan tren nan memburuk. Pada 2020, defisit mencapai titik terendah sebesar Rp633,6 triliun, diikuti oleh defisit besar lainnya pada 2021 nan mencapai Rp431,6 triliun. Meskipun ada sedikit perbaikan pada 2023 dengan surplus tipis Rp2,6 triliun, kondisi ini tidak memperkuat lama lantaran pada 2024 dan 2025 kembali diproyeksikan defisit, masing-masing Rp110,8 triliun dan Rp63,3 triliun.

Menurut Faisal, kondisi ini sangat mengkhawatirkan lantaran menunjukkan ketergantungan nan berkepanjangan pada utang baru. Data nan dipaparkan Faisal menunjukkan pembayaran kembang utang terus meningkat, mencapai Rp552,9 triliun dalam RAPBN 2025. Angka ini naik signifikan dari Rp499,0 triliun pada tahun sebelumnya. “Bayangkan, sekarang sudah mencapai 20,3 persen dari shopping pemerintah pusat,” kata Faisal.

Pada kesempatan berbeda, ahli ekonomi senior Universitas Indonesia (UI) itu juga menyoroti utang pemerintah nan mencapai Rp8.335 triliun per April 2024. Hal ini menunjukkan Presiden Jokowi bakal mengakhiri 10 tahun masa kepemimpinannya dengan meninggalkan utang nan mencapai Rp 8,3 kuadriliun 

Ia mengatakan nomor tersebut baru menghitung utang dalam corak Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman luar negeri. Belum termasuk utang Badan Usaha Milik Negara alias BUMN.

“Utang-utang lain tetap ada, misalnya utang pemerintah untuk bayar pensiun, utang ke BUMN nan belum dibayar, jika dijumlah itu sudah 45 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto),” ujar Faisal Basri ditemui di Jakarta, Jumat, 26 Juli 2024.

Adapun hingga Juni 2024, rasio utang pemerintah telah mencapai 39,13 persen terhadap PDB. Namun jika menghitung pinjaman lain, Faisal Basri meyakini rasio utang telah melampaui nomor tersebut.

Adil Al Hasan, Rio Alpin Pulungan, Yudono Yanuar, Ilona Estherina, berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.

Pilihan Editor: Terpopuler: Paus Fransiskus ke Papua Nugini Naik Garuda, 3 Sorotan Terakhir Faisal Basri Sebelum Wafat

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis