TEMPO.CO, Jakarta - Kunjungan Presiden Joko Widodo alias Jokowi ke Uni Emirat Arab baru-baru ini belum menghasilkan kepastian soal investasi bagi proyek Ibu Kota Nusantara di atas IKN. Dari delapan nota kesepahaman alias MoU nan disepakati oleh pemerintah Indonesia dengan pihak UEA, tak satu pun mengenai IKN.
Sampai saat ini, belum ada realisasi investasi asing untuk IKN meski pemerintah sudah menerima ratusan nota kesepahaman (MoU) dan letter of intent (LoI) alias kesepakatan awal untuk kerja sama.
Hal itu diungkapkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat menjawab pertanyaan dalam rapat berbareng Komisi VI DPR, Selasa, 11 Juni 2024.
“Investasi nan masuk di IKN sekarang pada tahap pertama itu adalah investasi PMDN semuanya. Belum ada PMA (penanaman modal asing) nan melakukan groundbreaking,” kata Bahlil.
Ihwal penanammodal asing dari UEA, sebelumya pada awal Juni lampau Jokowi mengatakan perusahaan dari negara itu, Emaar Properties, sudah berkomitmen untuk menanam modal di IKN. Meskipun begitu, Kepala Negara belum membeberkan nilai investasi nan dia maksud. Jokowi berujar kesepakatan investasi bakal diteken bulan ini.
“Saya enggak mau sebut lantaran belum tanda tangan, tapi gede banget (investasinya),” kata Jokowi dalam pidato saat melaksanakan groundbreaking Astra Biz Center dan Nusantara Botanical Garden, di IKN, Selasa, 4 Juni 2024. “Insya Allah kelak (tanda tangan) di bulan Juli di Abu Dhabi alias Dubai.”
Tapi, rupanya Jokowi pulang ke Tanah Air dengan tangan sunyi mengenai kesepakatan investasi tersebut. Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan penanammodal asing enggan menginvestasikan dananya ke pembangunan IKN. Sejumlah pengamat telah memberikan tanggapan mengenai penyebab penanammodal asing seret masuk ke IKN.
Menurut pengamat kebijakan publik Agus Pambagio wajar jika penanammodal asing enggan masuk ke proyek pembangunan IKN. Menurut dia, penanammodal berpandangan bahwa proyek tersebut kurang prospektif secara bisnis. Pihaknya menegaskan, parameter utama dalam berinvestasi adalah soal imbal hasil.
Imbal hasil investasi tersebut salah satunya nan paling besar didapatkan dari tingkat konsumsi oleh populasi di wilayah tersebut. Sementara itu, populasi masyarakat IKN untuk beberapa tahun ke depan belum dapat diperkirakan. Sebab hanya ASN tertentu saja nan bakal pindah.
“Kalau tetap greenfield itu mana ada penanammodal mau. Kalau prasarana tidak ada, masa suruh investasi? Mau bikin apa, kan tetap belum tahu di situ berapa orang nan bakal tinggal, kelas apa, kan belum ada,” kata Agus kepada media awal Juli lalu.
Iklan
Pemerintah, kata dia, saat ini boleh saja mengantongi ratusan surat pernyataan minat untuk berinvestasi dari penanammodal asing. Namun, perihal itu tidak lantas menjadi patokan mereka bakal banyak menggarap proyek pembangunan IKN. Investor asing tentu mempelajari kemungkinan jelek berinvestasi di IKN.
“Akhirnya ngaku, tidak ada tuh penanammodal (asing) nan datang, ya waktu rapat sih datang saja, dikasih makan, dikasih minum, oh iya dia tertarik. Begitu dipelajari, waduh ini sih blangsak, tidak jadilah dia,” sambungnya.
Masalah lain nan menurut Agus krusial dan menjadi penyebab investasi asing tetap susah masuk ke Indonesia secara umum menurutnya adalah soal korupsi. Hal ini kemudian membikin kepercayaan penanammodal terkikis ketika hendak meletakkan modal di Indonesia.
“Yang krusial sekarang penanammodal datang, agar penanammodal datang, jangan palakin mereka, atur nan baik, jangan minta saham, kerja kaga minta iya, izin apa dipersulit, datangkan bahan baku dipersulit, kan gitu sekarang,” katanya.
Sementara itu, menurut pengamat ekonomi Amrullah Hakim penyebab dari penanammodal asing di IKN tetap ragu mendanai megaproyek tersebut salah satunya belum adanya pemberian insentif pajak hingga izin nan condong berbelit-belit. Padahal menurut Amrullah, Indonesia berpote besar untuk menarik investor. Tetapi kudu diikuti dengan kesinambungan dalam pemerintahan dan kepastian hukum.
‘Jadi kita kudu membikin izin secara norma nan tidak plin-plan ya, nan tidak berubah-ubah (pastinya) memerlukan kepastian hukum,” katanya pada Kamis, 13 Juni 2024 lalu, seperti dilansir dari NU Online.
Anggota Lembaga Perekonomian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LP PBNU) ini juga menekankan pentingnya pemerintahan baru Indonesia untuk bisa menjaga stabilitas negara, agar penanammodal asing berkeinginan untuk berinvestasi di IKN.
“Kita kudu membuktikan setelah itu, ke depan, dengan pergantian pemerintahan republik Indonesia apakah kita tetap bisa menjaga stabilitas ekonomi, politik dan keamanan, sebelum kita bisa memastikan bakal mendapatkan investasi asing,” katanya.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | DANIEL A. FAJRI | RIRI RAHAYU
Pilihan editor: Genjot Pembangunan Bandara di IKN 4 Pesawat Modifikasi Cuaca Dikerahkan