TEMPO.CO, Jakarta - Penurunan jumlah kelas menengah marak dibahas akhir-akhir ini setelah jutaan orang ditemukan turun kasta pada 2024. Tak hanya itu, survei terbaru menunjukkan masyarakat kelas menengah juga mengalami penurunan daya beli. Mereka mengaku tertekan oleh beragam kebijakan pemerintah, mulai dari kenaikan pajak hingga omnibus law.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan jumlah kelas menengah dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024. Penurunan ini setara dengan 9,48 juta orang nan turun kasta dari kelas menengah.
Hasil survei Inventure 2024 tentang Indonesia Market Outlook 2025 menemukan adanya 49 persen kelas menengah nan mengalami penurunan daya beli, sedangkan 51 persen mengatakan tidak merasa menurun daya belinya.
Mereka merasa, tiga aspek utama nan membikin daya beli mereka turun adalah kenaikan nilai kebutuhan pokok (85 persen), mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan (52 persen), serta pendapatan nan stagnan (45 persen).
Dalam survei nan sama, para responden mengaku merasa tertekan oleh beragam kebijakan pemerintah, mulai dari kenaikan pajak hingga omnibus law alias Undan,g-Undang Cipta Kerja. Responden ditanyakan tentang apa saja kebijakan-kebijakan pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi nan semestinya dibatalkan, direvisi, alias dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Tiga kebijakan nan paling mau dibatalkan oleh kelas menengah ialah kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen (menurut 43 persen responden), pembangunan prasarana nan memangkas alokasi anggaran kesejahteraan sosial (34 persen) dan penghapusan kelas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (32 persen).
Selanjutnya: Sementara, kebijakan nan paling banyak dianggap perlu direvisi....
- 1
- 2
- Selanjutnya