KemenPPA: Kekerasan Seksual Tak Bisa Diselesaikan di Luar Peradilan

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

CNN Indonesia

Sabtu, 09 Nov 2024 08:40 WIB

KemenPPA menyebut tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan, dan korban berkuasa atas restitusi serta jasa pemulihan. Ilustasi korban pelecehan seksual. (Istockphoto/Markgoddard)

Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) menyebut tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan, dan korban berkuasa atas restitusi serta jasa pemulihan sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

"Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS menegaskan bahwa tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan, dan korban berkuasa atas restitusi serta jasa pemulihan sesuai Pasal 30 Undang-Undang tersebut," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen-PPPA, Nahar, Jumat (8/11) seperti dikutip dari Antara.

Hal ini dikatakannya menanggapi kasus pemerkosaan nan menimpa dua kakak beradik berinisial KSH (16) dan DSA (15) di Purworejo, Jawa Tengah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemen-PPPA terus mengawal proses norma pelaku dan pemulihan bagi kedua korban kasus kekerasan seksual tersebut.

"Kemen-PPPA telah berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Jawa Tengah, UPTD PPA Purworejo, dan abdi negara kepolisian dalam penanganan kasus ini. Koordinasi bakal terus dilakukan untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan, pendampingan hukum, pemulihan psikologis, serta hak-haknya terpenuhi selama proses norma berjalan sesuai peraturan perundang-undangan nan berlaku," katanya.

Nahar mendukung upaya investigasi abdi negara kepolisian nan saat ini tetap berlangsung.

Menurut Nahar, para terlapor dapat dijerat Pasal 76D jo Pasal 81 dan/atau Pasal 76E jo Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.

Selain itu, terlapor juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas, nan dikecualikan untuk anak nan berkonflik dengan norma (AKH) berasas Pasal 81 serta Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016.

"Selain Undang-Undang Perlindungan Anak, para terlapor juga dapat dikenakan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Tersangka nan diduga melakukan persetubuhan alias perbuatan cabul dapat dipidana hingga 12 tahun penjara alias denda paling banyak Rp300 juta," katanya.

(Antara/kid)

[Gambas:Video CNN]

Yuk, daftarkan email jika mau menerima Newsletter kami setiap awal pekan.

Dengan berlangganan, Anda menyepakatikebijakan privasi kami.

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional